Pages

23 December 2013

Kisah Perkelahian dari Pojok Pos Bawah

 
Dok. Rahasia

Suara adzan Zuhur baru saja berkumandang. Langit yang mulai menghitam tak kunjung mengeluarkan hujan. Siang itu (23/12) di pos keamanan, tempat paling bawah di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, seorang petugas keamanan sedang berjaga melihat puluhan motor yang terparkir ditemani kopi mendidih di gelas plastik.

10 December 2013

Yang Tak Sempat Terbit


Siang itu (12/10), jalan TB Simatupang cenderung lancar. Danuri terlihat sedang mengumpulkan botol-botol bekas yang berserakan di pinggir jalan. Tak ada orang yang mengira bahwa ia adalah salah satu artist yang ikut meramaikan perhelatan Jakarta Biennale 2013.

26 November 2013

Menikmati Rekreasi dan Nyamuk yang Mati dengan Jempol Kaki


Di pagi yang tak terlalu dingin dengan kipas angin di nomor dua, kejadian hari Minggu yang baru dua hari berlalu masih teringat. Berwisata bersama kawan dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta.

24 November 2013

Lenong Betawi Masa Kini

Kredit foto: Google

Seperti suasana hari-hari biasa, jalan-jalan di Jakarta terlihat macet oleh kendaraan pribadi yang hendak mengisi akhir pekan. Tidak banyak pilihan untuk mengisi liburan di Jakarta. Hanya ada Kebun Binatang Ragunan, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, dan mungkin sedikit jauh ke Bogor, kita telah sampai di Puncak. Namun yang menarik adalah suasana Setu Babakan, sebuah kampung budaya Betawi di pinggiran selatan Jakarta.

Sepucuk Surat untuk Evan Dimas

Wahai kau Evan Dimas, aku menonton pertandinganmu saat melawan Korea Selatan yang takluk dalam guyuran hujan. Malam ini, aku sempatkan untuk menulis surat ini. Semoga kau membaca.

22 November 2013

Membaca Eleven yang Sayang untuk Dibuang

Diambil dari sebuah proyek yang belum selesai...


Akhir pekan lalu, saya bertemu dengan dua mahasiswa yang menjalankan blog ini untuk pertama kali. Berkumpulnya kami, sebagai mahasiswa yang bergerak di media on-line, membahas seputar media kampus. Kebetulan saya diberi tahu oleh anak-anak Pos Bawah, bahwa terbitan Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (Himajur) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Eleven terbit kembali. Langsung saja kami membelinya.

14 November 2013

Disini Kita Berjumpa, Bukan di Kampus Tercinta

Kredit foto: Bewok Buletin Berisik

Suasana kampus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta menjadi lebih cepat sepi. Tak seperti biasa, para keamanan kampus tidak harus memaksa para mahasiswa keluar agar kampus sepi. Sepertinya, mahasiswa yang biasanya diusir paksa, malam itu dengan sukarela meninggalkan kampus menuju tempat di mana semua akan berjumpa.

03 November 2013

Sebuah Anugerah untuk Negeri yang Kaya

Bukan hal yang baru, bila ada yang mengatakan bahwa negeri kita kaya. Sumber daya alam melimpah, lautan yang indah, sampai ratusan suku bangsa, menyatu atas nama Indonesia.

04 October 2013

Tapak Kaki Titisan Dewa

Ilustrasinya minjem dari Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit

Dalam rumah itu, aku tinggal sendiri. Dinding retak, atap tertembus cahaya kecil dan lantai yang berdebu menjadi pemandangan biasa, mengisi hariku dengan biasa pula. Jarang sekali aku membersihkan rumah warisan dari Emak Bapakku. Dulu tentu berbeda, Emak selalu membersihkan rumah selagi libur.

01 October 2013

Teror Sebelum Hajatan

Dar der dor suara senapan/ Sugali anggap petasan// Tiada rasa ketakutan/ Punya ilmu kebal senapan/ Semakin keranjingan//

06 July 2013

Poppies Lane Memory dan Adegan Itu

Kredit foto: Alika Khanza
Lirik lagu Poppies Lane Memory milik Slank selalu membawa saya melayang. Bukan. Bukan karena perempuan -toh perempuan yang melayang akibat saya. Lagu ini selalu membawa saya melayang menuju adegan menghisap sabu dari gagang bolpoin yang terisi mecin.

03 July 2013

Kontemplasi Singkat tentang Apalah Namanya


Ah, hidup memang merupakan ajang manusia untuk memilih. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Nano Riantiarno (tokoh teater), kesenian dianggap sebagai hiburan. Begitu pula dengan teater, seperti juga ilmu pengetahuan dan agama, adalah hiburan. Ia sebebas langit. Mengapa teater? Mengapa kesenian? Mengapa bukan agama atau ilmu pengetahuan? Seperti yang sudah kami jelaskan, hidup adalah ajang membuat keputusan. Silakan ditimbang-timbang.

27 June 2013

BEM Vakum, Biaya Kuliah Tidak Turun


Jakarta, 12 Juni 2013
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta sempat vakum periode 2011/2012. Namun, biaya kemahasiswaan untuk anggaran BEM tidak mengalami penurunan. Hal tersebut membuat sebagian mahasiswa mempertanyakan kemana uang mereka dianggarkan.

28 May 2013

Majalah Tempo Edisi Khusus: Tragedi Mei 1998-2013 (Wiji Thukul)


Majalah Tempo mengangkat Wiji Thukul, seorang penyair yang hilang saat kerusuhan Mei 1998, sebagai edisi khusus. Edisi khusus adalah sesuatu yang biasa digunakan oleh Majalah Tempo. Wiji Thukul bukanlah penyair populer seperti Chairil Anwar, WS Rendra, atau Sapardi. Namun ia sangat akrab dengan kalangan mahasiswa dan buruh pada dekade 90an. Puisi-puisi Wiji Thukul dianggap memprovokasi para buruh dan mahasiswa untuk melakukan demonstrasi.

25 May 2013

Laku Budi Suluh Nagari dalam Kemasan Metropolitan

Foto: Dokumentasi Wayang Beber Metropolitan

Siang itu, matahari di Jakarta sedang seperti biasa panasnya. Suasana Kota Tua cukup ramai oleh para pengunjung. Pertunjukan Wayang Beber Metropolitan dijadwalkan pukul 10.00 WIB dan pengunjung Museum Wayang satu per satu menghampiri keramaian musik yang mengiringi jalannya pertunjukkan.

02 May 2013

Kudeta Srimulat

Sinopsis:
Kekuasaan semakin sewenang-wenang, oposisi semakin banyak bicara. Kelompok oposisi ingin melancarkan kudeta kepada pemerintahan. Tapi, apalah daya.. kekuatan belum seberapa.

TOKOH:
Ratu: Pimpinan Kelompok Oposisi
Kapten Jono: Ajudan Ratu berasal dari Jawa (cerminan SBY, Prabowo, atau Suharto) yang keras kepala
Marsose Bejo: Otak dari rangkaian serangan yang akan dilakukan, karakter: ngocol
Teman Jono:
 
 
Di sebuah ruangan dengan cahaya yang samar, para petinggi kaum oposisi sedang mengadakan rapat untuk melancarkan serangan kepada pihak pemerintah. Mereka mengatur strategi untuk menggulingkan kekuasaan dan berharap terjadinya KUDETA. Lampu menyala perlahan.

Ratu
(sambil mengebrak meja) Keadaan ini gak bisa dibiarkan! Sudah sewindu lebih setahun dia berkuasa. Tapi, lihat rakyat kita! Masih pada miskin. Kita harus melakukan sesuatu.

Marsose Bejo
Melakukan opo, mbakyu?

Kapten Jono
Kita harus lancarkan serangan! Minta penguasa itu turun dari jabatannya sekarang juga! Hal seperti ini harus pakai aksi anarkis. Gak bisa pakai cara-cara lembek.

Marsose Bejo
Ya... melakukakan opo toh, Jon? Lah, kelompok kita aja baru seumur jagung. Paling banter ya, nyuruh mahasiswa itu, buat demo.. nanti kita kita tinggal ambil untungnya saja.

Ratu
Pokoknya kita harus melakukan sesuatu, melakukan kudeta! Rakyat harus dibela, kesetaraan harus diperjuangkan, ormas-ormas kampungan yang sering bikin macet itu apalagi, itu musuh utama saya. Tuntaskan semua! Berantas!!!

Kapten Jono
Iya! Tapi kita ini gak punya kekuatan. Kita mesti susun rencana untuk mengambil alih kekuasaan dari mereka. (Berpikir sejenak) begini, kita hasut mahasiswa, buruh-buruh di Cikarang, sama ibu-ibu rumah tangga di bantaran kali untuk melakukan aksi. Para penguasa itu ya pasti gelagepan melihat orang ramai kayak gitu. Kebetulan aku punya kenalan mahasiswa yang biasa ngumpulin massa. Nanti kalau sudah gelagepan, bagaikan ikan mujaer pergi ke daratan, kita ajukan tuntutan atas nama rakyat. Ambil baiknya, buang buruknya. Begitu kalau kata pak ustad waktu solat jumat.

Ratu
Ambil baiknya, buang buruknya bagaimana maksudmu?


Kapten Jono
Begini, kita ini harus mengumpulkan kekuatan massa untuk menyerang istana. Nanti istana itu pasti dijaga ketat pakai tank-tank militer, iya kan? Nah, kayak permainan catur, keroco-keroco ya suruh maju duluan. Anak-anak punk beserta anak jalanan kita hasut untuk lemparin batu ke polisi. Ribuan buruh dan petani di belakangnya kita provokasi untuk dudukin gedung-gedung pemerintah. Sebagian lainnya buat tembus barikade aparat. Kita cukup iming-imingi kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran atas nama rakyat saja. Mereka pasti terlena. Kalau sudah berhasil lolos, baru kita ambil kesempatan menjatuhkan penguasa. Yang mati biarlah mati. Dalam kudeta memang harus ada yang dikorbankan.

Marsose Bejo
Lha.. ini! Ini! Orang seperti ini yang selalu memanfaatkan kesempitan dalam kemasyarakatan yang adil dan beradab. Mau ditaruh mana nanti mukanya bu Ratu ini (sambil menunjuk ke arah Ratu)? Kalau warga Republik ini orang-orangnya seperti kamu semua, kapan mau majunya? Pikir! Pikir! (sambil menunjuk pantatnya sendiri)

Kapten Jono
Lho kok kamu marah-marah? Kamu ini baru masuk organisasi politik ya? Aku ini udah malang melintang di dunia politik dari mulai sekolah tinggi publisistem. Oraganisasi mana yang gak pernah aku masuki? Esia? Simpati? Paramex? Bodrex? Udah kujelajahi semua, sudah khatam aku. Semuanya ya menganut sistem ambil yang baik, buang yang buruk. gitu lho.. eh, ngomong-ngomong, nanti sampeyan ada acara gak? Nanti ikut aku dulu, aku ajari cara berpolitik yang baik dan benar. Aku ini nasionalis sejati. Kau meremehkan kemampuanku?

Marsose Bejo
Kalau nasionalis masih dianggap penting, Sukarno mungkin masih hidup saat ini, mas.. Masih mau jadi nasionalis?

Kapten Jono
Tentu. Selain nasionalis, aku ini kan cinta petani, cinta rakyat. Jadi kita ya harus membela rakyat, Jo.

Marsose Bejo
Suharto pun cinta sama petani, cinta rakyat, tapi ujung-ujungnya.. mblehhh... bikin kerajaan, tho? Ya sama seperti di sini ini! Di sini lho.. di dalam panggung ini, nanti para penonoton salah paham.

Kapten Jono
Yaudah, mulai saat ini aku ini pluralis.. aku akan membela kesetaraan agama, gender, ras, dan sebagainya, dan sebagainya..

Marsose Bejo
Gus Dur pun demikian, tapi MPR ya ndak percaya begitu saja.. ya akhirnya, jatuh juga... mau jadi opo meneh? Hah? Wes njadi pegawai negeri sipil aja.. Gajinya gede, tunjangan gede, masa tua terjamin.

Kapten Jono
Kamu ini benar-benar ngajak ribut?

Marsose Bejo
Loh, aku sih siap, mas’e.. tapi berkelahi itu dilarang sama agama. Aku kan hanya menyampaikan pendapatku. Kita ini hidup di zaman kemerdekaan pers. Semua orang bebas berpendapat. Supir angkot mau berpendapat kalau penguasa kita itu gembrot kayak semar, ya.. gak masalah!

Kapten Jono
Halaaaaaaahhhh... Sok tau kamu!

Marsose Bejo
Loh, ya namanya juga kudeta.. kita harus menanamkan nilai-nilai kebencian pada penguasa yang sedang berkuasa. Kamu ini ngarti ndak sih?

Ratu
Sudah! Sudah! Kita seharusnya menyiapkan strategi untuk menggulingkan pemerintahan, karena itu adalah sebuah keniscayaan! Sudah lama rakyat kita hidup dalam kebobrokan para penguasa. Jangan sampai ini terulang kepada anak cucu kita. Kita harus menyatukan people power untuk melawan kesewenang-wenangan ini. Pemerintahan harus dijatuhkan!

Marsose Bejo
Yasudah, sekarang kita bagi tugas! Aku kumpulin mahasiswa, buruh dari Cikarang dan warga miskin di bantaran kali. Kamu, Jon, kamu organisir massa lainnya.

Kapten Jono
Oke kalau tugasku cuma begitu. Aku ini jelmaan Gatot Kaca. Pasti aku bisa jadi pemimpin.

Marsose Bejo
Iya.. iya.. nanti kamu bakalan jadi pemimpin. Ini adalah jalan yang benar untuk jadi pemimpin. Sekarang laksanakan tugasmu, Jon.

Kapten Jono
Oke, aku akan laksanakan. Aku jalan duluan, aku mau cari temanku yang kerjanya ngumpulin orang untuk aksi. Assalamualaikum... (kapten meninggalkan ruangan rapat, namun sesaat ia masuk lagi) ehh... tapi kamu juga kumpulin massa yang banyak! Biar acaranya itu rame seperti free car day hari minggu itu lho, biar banyak wanita-wanita cantiknya. (sambil melipir kabur)

Marsose Bejo
Matamu!!!

Ratu
Lalu aku harus ngapain, Jo?

Marsose Bejo
Ibu ya cukup mengadakan konfrensi pers kepada sejumlah media. Ibu kan tau, media di republik ini kan pada ble’on.. eh ble’on.. blo’on maksudku. ini itu maen sikat, njadi berita, rakyat kelabakan.. kebanjiran informasi.. bwehehehe... asuu tenan!

Ratu
Lah ini jadi kapan kudetanya?

Marsose Bejo
Cari duit dulu, baru kudeta!!

Ratu
Lah terus ini kita mau ngapain?

Kapten Jono tiba-tiba masuk sambil menggandeng salah satu panitia.

Kapten Jono
Ini dia temanku yang tadi aku ceritakan!

Ratu
Bagus! Berarti rencana kudeta kita sekarang sudah lebih terang dari matahari!

Maersose Bejo
Ya ndaklah.. lagian kita ini mau kudeta opo? Wong mahasiswa sepi karena lagi pada ujian. Buruh masih seneng gara-gara upahnya dinaikin. Ibu-ibu dipinggir kali masih ademayem.. soale pas banjir kemaren mereka ditengok sama gubernur. Lah terus siapa yang mau bantuin kudeta? Wong media sekarang lagi pada mikirin baik-baiknya saja kok.. ndak berani melawan yang besar.

Kapten Jono
Jangan kuatir! Temanku ini sudah kawakan di gerakan aktivisme kadal. Dia jagonya main kadal-kadalan! Bener kan? (nanya ke temennya)

Teman Jono
(senyum-senyum)

Kapten Jono
Urusan ngumpulin massa itu ga perlu dipusingkan. Dia bisa membawa mahasiswa, buruh, dan sebagainya kita serahkan saja padanya. Dia bisa bawa berapa saja tergantung pesanan kita. Kanjeng Ratu tinggal tawar menawar harga.

Ratu
Tapi kita ini ga punya duit, Jon.

Kapten Jono
(Berpikir sejenak) hmmm...

Teman Jono
(cuma nyengar-nyengir sambil membetulkan pakaiannya)

Marsose Bejo
(sejenak melihat teman Jono) Aku tahu!

Ratu dan Kapten Jono mendekati Marsose Bejo dengan laku seperti mendesak untuk segera mengeluarkan idenya.

Marsose Bejo
Temanmu itu, nanti kita kasih jabatan! Kalau kita sudah berhasil kudeta, dia kita jadikan jubir aja. Juru bicara Kanjeng Ratu! Dengan begitu, artinya, kita melunasi hutang padanya yang telah mengumpulkan massa.

Kapten Jono
Wuissssss!!!!! Cerdas sekali idemu, Jo! Salut aku! Ternyata kamu punya otak politis juga!

Ratu
(tersenyum sumringah) nanti kalo aku jadi penguasa, pasti orang-orang yang ingin menghancurkan demokrasi, aku sikat semua. Mempertahankan demokrasi itu gak bias pakai cara demokrasi. Harus main tebas. Nanti kalo aku jadi penguasa, kamu semua pasti hidup enak. Pokoknya semua makmur.. bla.. bla.. bla..

Setelah mengucapkan semuanya, Ratu lalu diam sejenak.

Ratu
Tapi Jo... (berpikir dan kebingungan)

Bejo dan Jono menyimak. Bahkan teman Jono pun menyimak.

Ratu
Tapi... hmm.. hmmm.. tapi tapi tapi....

Bejo dan Jono
Tapi opo Kanjeng Ratu?

Ratu
Tapi kita mau kudeta siapa??? Memangnya siapa musuh kita??? Siapa yang telah membuat kondisi negara menjadi separah ini???

Marsose Bejo
Loh loh loh... Masa perlu aku kasih tau lagi? kudeta sopo? Tau gak? (bergantian menanyai ratu, kapten dan penonton)

Kapten Jono dan Ratu berbarengan mengangkat kedua bahunya dan saling bertatapan..

Marsose Bejo
Yaudahlah.. gak usah maen kudeta-kudetaan. Lagian kudeta itu resikonya besar.. nanti yang ada kita gak boleh tampil lagi.. udah sekarang gantian aja, itu temen-temen yang lain juga pada mau tampil. Kita udahan sampe di sini aja.. nanti yang lain gak kebagian waktu..

Ratu
Yaudah, tapi nanti kalau jadi kudeta kabarin aku ya..

Marsose Bejo
Mberess... yang penting pentas ini selesai. Yang mau kudeta, ya kudeta.. mending kita makan dulu yuk!


Lampu mati

nb: Telah diperbarui oleh May Rahmadi

Puisi untuk Perempuan

Perempuan #1
Apa artinya emansipasi perempuan?
Lelaki tetap sewenang-wenang..
Kebebasan dikekang
Ijazah sarjana kami nantinya...
Kami, kaum perempuan..
Hanya akan berakhir di dapur...

06 April 2013

At-Twitter: Google Menjawab Semuanya, Pidi Baiq Menjawab Semaunya



Judul       :               At-Twitter
Penulis    :               Pidi Baiq
Penerbit  :               Mizan
Terbit      :               Oktober 2012
Ukuran    :               208 halaman
Harga      :               Rp. 33.150,-

Masyarakat mulai meninggalkan perpustakaan dan beralih ke Google. Ternyata, Google kalah cepat dengan Twitter. Semua informasi terdapat di Twitter. Tapi, bila salah bertanya, Pidi Baiq akan memberikan jawaban sekenanya, yang polos dan ngawur.

25 March 2013

Bertamasya Entah Kemana

Sore itu, di sebuah kafe, yang tak selayaknya kafe, beratapkan ranting bambu, lagu itu terdengar lagi. entah berapa lama saya tak pernah mendengarkan lagu tersebut. Sontak pikiran saya langsung melanglang buana, seperti efek dedaunan kering yang mulai terbakar, kembali ke masa berseragam.

15 March 2013

Reportase Investigasi


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, reportase berarti pemberitaan atau pelaporan. Sedangkan investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dan sebagainya); penyelidikan. Dengan kata lain reportase investigasi adalah pemberitaan mendalam tentang suatu hal atau peristiwa untuk mengungkapkan fakta-fakta yang ada. Dalam dunia jurnalistik, adalah wajib bagi para pegiatnya untuk mengetahui apa itu reportase investigasi. 

Sebelum memasuki lingkup berita yang mendalam, ada baiknya kita mengenal atau mengingat kembali definisi berita. A.M. Hoeta Soehoet membagi definisi berita menjadi tiga, yaitu: 
  • Berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia
  • Berita bagi seseorang adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu baginya untuk mewujudkan filsafat hidupnya
  • Berita bagi suatu surat kabar adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan yang perlu bagi pembacanya untuk mewujudkan filsafat hidupnya 
 
Dalam dua poin terakhir yang disebutkan oleh Hoeta Sohoet, ada keharusan sebuah berita untuk mewujudkan filsafat hidup seseorang dalam sebuah pelaporan informasi atau peristiwa. Dan, tentu hal demikian tak akan terangkum dalam sebuah berita lempang, tak tak memiliki kedalaman informasi. 

Untuk memeroleh kedalaman informasi tersebut, seorang pewarta harus meliput sebuah berita secara mendalam pula. Untuk itu, tak cukup hanya mengandalkan apa yang terjadi di lapangan. Wartawan harus mempersiapkan akal dan budinya untuk melihat peristiwa yang akan diliput secara skeptis, mempertanyakan segala yang tak kasat mata. Seorang pewarta juga harus dapan mengkonstruksi peristiwa atau realitas yang akan diliput menjadi sebuah kesatuan berita. 

Mark Fishman mengungkapkan bahwa ada dua pandangan dalam proses produksi berita. Pertama adalah pandangan seleksi berita (selectivity of news), yang menjelaskan bahwa seorang wartawan menyeleksi peristiwa yang terjadi di lapangan dan memilih mana fakta yang penting dan mana yang tidak untuk dimasukkan dalam sebuah kesatuan berita. Kedua adalah pandangan pembentukan berita (creation of news). Dalam pandangan ini, berita bukanlah deseleksi melainkan dibentuk oleh wartawan dalam melihat sebuah peristiwa: mana yang disebut yang disebut berita dan mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi, melainkan dikonstruksi oleh wartawan. 

Tahap paling awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempersepsi peristiwa/fakta yang akan diliput. Kenapa seuatu peristiwa disebut sebagai berita sementara peristiwa yang lain tidak? Ini semua melibatkan konsepsi wartawan yang menentukan batasan-batasan mana yang dianggap berita dan mana yang tidak. 

Soeorang wartawan sudah dilatih dan dibekali dengan akal dan budinya sehingga meiliki rasa (sense) untuk menentukan peristiwa yang dianggap penting. Dalam buku Dasar-dasar Ilmu Jurnalistik, Hoeta Soehoet mengatakan bahwa ada empat faktor yang menentukan nilai berita bagi khalayak: 

a. Kegunaan Berita
Kegunaan berita adalah faktor yang paling menentukan nilai berita. Kegunaan berita haruslah menyampaikan sebuah informasi kepada khalayak dengan sangat jelas. 

b. Aktualitas 
Informasi yang dimuat dalam media massa haruslah aktual. Dengan kata lain, informasi yang disajikan benar-benar baru. 

c. Hubungan pembaca dengan peristiwa 
Khalayak merasa dekat dengat peristiwa yang disajikan, baik tempat, unsur-unsur yang ada dalam peristiwa, dan lain sebagainya.

d. Kelengkapan berita 
Kelengkapan berita sangat berpengaruh terhadap nilai berita. Karena, semakin lengkap berita disajikan akan semakin besar pula kegunaannya bagi khalayak. 

Seiring dengan perkembangan zaman, terutama semakin pesatnya kemajuan teknologi internet, informasi semakin gencar menyerang khalayak mengenai segala peristiwa yang terjadi. Namun di sisi lain, kedalaman informasi tersebut terabaikan. Hal tersebut sejalan dengan judul otobiografi Rosihan Anwar, Menulis dalam Air: Di Sini Sekarang Esok Hilang

Namun alih-alih memburu keaktualitasan, praktik jurnalisme yang demikian justru membuat hasil informasi liputannya menjadi selintas dan tidak mendalam. Padahal masyarakat juga mengalami perkembangan kritis dalam memandang realitas di sekitarnya. Walhasil, kompleksitas masyarakat yang demikian, membutuhkan sajian jurnalisme yang tak lagi sekedar informatif, aktual, cepat dan selintas. 

Dalam segala serangan dari media massa online, nilai dari sebuah reportase investigasi sangat dibutuhkan untuk menjawab kekritisan masyarakat dalam menanggapi segala informasi yang masuk. Maka dari itu, dibutuhkan peran wartawan sebagai sesne maker, yang menyeleksi dan/atau membentuk berita untuk disajikan dalam liputan yang mendalam. 

Pada dasarnya, sebuah reportase investigasi memerlukan waktu yang lama untuk melakukan peliputan, bisa sampai berbulan-bulan atau lebih. Oleh karena itu, sebuah investigasi tak bisa hanya mengandalkan kecepatan berita. Namun juga harus memiliki susuatu yang baru –yang belum terungkap oleh berita lempang- dan mengenai sisi kemanusiaan (human interest). 

Menurut Roy Peter Clark, seorang guru menulis dari Poynter Institute, Florida, mengembangkan pedoman standar 5W 1H menjadi pendekatan baru yang naratif. 5W 1H adalah singkatan dari who (siapa), what (apa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Pada narasi, menurut Clark dalam sebuah esei Nieman Reports, “who” berubah menjadi karakter, “what” menjadi plot atau alur, “where” menjadi latar, “when” menjadi kronologi, “why” menjadi motivasi, dan “how” menjadi narasi. Sehingga sebuah reportase investigasi dapat lebih enak dibaca dan memiliki alur, konflik dan efek kejutan, layaknya sebuah drama. 

Dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa.

Menjadikan sebuah laporan layaknya sebuah drama bukan berarti memasukkan pandangan pribadi tanpa adanya verifikasi. Seorang wartawan harus rajin melakukan verifikasi. Verifikasi adalah esensi dari jurnalisme. Maka apa yang disebut sebagai jurnalisme mendasarkan diri pada verifikasi. Untuk membuat liputan yang mendalam, seorang wartawan haruslah memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi terhadap pihak-pihak terkait.

Dengan berbagai hal tersebut, kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya seorang wartawan haruslah memiliki pengetahuan tentang apa yang diliputnya secara mendalam. Dengan pengetahuan yang cukup, barulah seorang wartawan dapat melakukan liputan secara mendalam. Pada dasarnya, mengutip Farid Gaban, wartawan bukanlah saluran telepun yang hanya menyampaikan pernyataan/informasi yang masuk. Namun wartawan dilatih untuk peka untuk memaksimalkan perangkat akal dan budi untuk menentukan mana informasi yang layak diangkat dan dicari faktanya lebih lanjut, tentunya dengan melakukan verifikasi terhadap pihak-pihak terkait. Dengan demikian, seorang wartawan dapat menjadi sense maker yang peka dalam mendefinisikan realitas dan mekonstruksikannya dalam sebuah laporan/berita. 

Referensi:

A.M. Hoeta Soehoet, Dasar Dasar Jurnalistik, Yayasan Kampus Tercinta–IISIP Jakarta, Jakarta
Eriyanto
, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, LKIS Yogyakata, Yogyakarta, 2009
Priyono Santosa, Jurnalisme Sastra MBM Tempo Sebagai Praktik Estetik Danpolitik Bahasa Media Pada Pemberitaan Kasus Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Pejabat Negara Kabinet Indonesia Bersatu, Skripsi IISIP Jakarta, 2008
Andreas Harsono, Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, Yayasan Pantau, Jakarta, 2005

03 March 2013

RahwanaSinta: Antitesis Kemutlakan Ramayana


Foto: Gilang Ramadhan

Ken Zuraida Project dari Bengkel Teater Rendra menampilkan lakon RahwanaSinta di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) pada tanggal 24 dab 25 November 2012. Dalam lakon tersebut, Ocky Sendilemon, sebagai sutradara, mencoba menafsirkan mitos Ramayana dari sudut pandang berbeda, dalam lakon RahwanaSinta.

24 February 2013

Refleksi Diri Bukan Pijat Refleksi



Media adalah sebuah saluran pesan, dalam bentuk berita, yang merefleksikan realitas. Sehingga merupakan hal yang wajar bila kita dapat melihat dunia lewat media. Informasi berbentuk berita yang disuguhkan oleh media, seakan telah memuaskan imaji kita tentang dunia, tentang realitas.

18 February 2013

Narkoba, Artis, dan Petani



Baru-baru ini, media heboh memberitakan tertangkapnya beberapa artis kondang dan teman-temannya yang sedang pesta narkoba di kediaman Raffi Ahmad. Tentu saja, perhatian masyarakat terpengaruh oleh beberapa headline media massa untuk mengikuti perkembangan kasus tersebut dan menenggelamkan kasus Rasyid Rajasa yang belum jelas perkembangannya. Dari mulai proses pengintaian BNN, sampai dengan barang label tersangka yang kemudian diberikan kepada Raffi Ahmad dengan seksama diberitakan media-media besar.

Rasa kecewa muncul di masyarakat ketika mengetahui bahwa proses pengintaian terhadap Raffi Ahmad sudah dilakukan berbulan-bulan namun hanya menghasilkan barang bukti berupa dua linting ganja, dan beberapa narkoba lainnya. Banyak media yang membesar-besarkan beritanya, seakan-akan menampilkan pihak BNN sebagai pahlawan. Bila hanya dua linting ganja, setiap hari pun ada saja orang yang kedapatan transaksi dan memakai narkoba oleh polisi, dan beritanya hilang ditelan isu-isu lain seputar selibriti, yang menandakan masyarakat kita senang dijejali dengan kasus infotainment.

Namun, terlepas dari segala perspektif, penangkapan terhadap Raffi Ahmad dan taman-temannya membuktikan bahwa hukum yang terkait dengan narkoba terbilang sedikit tegas.

BNN sempat kebingungan untuk menentukan pasal yang akan dikenakan kepada tersangka. Pasalnya, barang bukti yang ditemukan merupakan dua linting ganja, ekstasi dan sebuah narkoba jenis baru yang undang-undangnya belum diatur. Narkoba jenis baru ini diketahui benama Methylone yang diduga turunan dari tanaman Cathynone atau Khat. Namun, Methylone  yang ada di tubuh Raffi belum diketahui bahan dasar sebenarnya. Dan, yang menarik adalah narkoba jenis baru ini yang ternyata ditanam dengan bebas di daerah Puncak, Jawa Barat.

Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Sumirat Dwiyanto, Khat menimbulkan efek jangka pendek mempercepat denyut jantung dan menjadikan mata tetap segar. Warga sekitar Puncak biasa menggunakan Khat untuk menambah stamina. Kurangnya informasi tentang pelarangan narkoba jenis baru ini pun membuat warga Puncak menanamnya dengan bebas.

Kekurangan informasi dari BNN ini menimbulkan efek yang cukup signifikan kepada warga yang sudah terlanjur mencari nafkah dari tamana Khat. Pihak polisi dan BNN menutup ladang mereka dengan garis polisi yang secara otomatis mematikan mata pencaharian mereka. Alih-alih memberikan ganti rugi atau pekerjaan bagi para penanam Khat, BNN malah mengancam mempidanakan para petani yang masih nekat menanam Khat.

08 February 2013

Mati Suri di Jakarta




Apakah kamu pernah bermimpi tentang mati? Mati tenang di padang rumput. Dimakan belalang dan dihirup langit. Debu dari abu tanahmu menjadi satu dengan tanah. Apakah kamu pernah merasakan mati? Aku sedang mengalaminya.

Seperti itu monolog yang dibawakan oleh Desi, seorang biasa yang meninggi derajatnya setelah dipaksa oleh ibunya untuk menjadi simpanan seorang pengusaha kaya, James. Desi yang tidak tahan hidup sebagai gundik akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan James dan menikah dengan Sam, seorang lelaki yang telah memiliki istri.

Naas, Sam tak pernah pernah mencintai Desi seutuhnya. Kehidupan Desi bersama Sam jauh lebih mengenaskan daripada saat masih bersama James. Setiap pulang ke rumah ibunya, wajah Desi selalu terlihat memar. Namun Desi tetap mengatakan seribu alasan kepada ibunya untuk menutupi perlakuan kasar Sam. Karena Desi mecintai Sam, dengan segala kekurangannya.

Sam yang memang tak pernah mencintai Desi semakin menjadi-jadi. Ia hanya ingin mendapatkan harta milik Desi, yang diwariskan dari James, mantan suaminya. Diam-diam, Sam bersama istri pertamanya merencanakan sebuah pembunuhan untuk Desi. Sam rela menyewa jasa seorang pembunuh bayaran dengan biaya mahal untuk menghabisi nyawa Desi.

Ketika Sam dan Desi sedang berjalan bersama di pasar malam, suasana tiba-tiba menjadi kacau, dan Desi pun terpisah dari Sam. Desi yang sedang sendirian dan kebingungan terus berteriak saat pembunuh itu datang. Tiba saatnya untuk pembunuh bayaran itu malaksanakan tugasnya. Ia membunuh Desi dengan sebuah pusau panjang yang dicabut dari sela pinggangnya. Dalam kematiannya itu, arwah Desi bermonolog ria tentang kehidupan, yang tak pernah mendapatkan cinta dan kebahagiaan, dan tentang kematian. Dan, sebagai perempuan yang menjadi korban, Desi dan Nyai Dasima senang untuk menyambut kematian, karena menurutnya mati itu lebih menyenangkan daripada hidup dengan keadaan tak memiliki hati nurani.

Menurut Ari “Harjay” Wibowo, sutradara pementasan Teater Pagupon yang berjudul Mati Suri di Jakarta, kisah ini merupakan reailta yang terjadi saat ini, khususnya di Jakarta, di mana hati nurani telah mati. Serorang suami yang tega menyuruh pembunuh bayaran untuk “membunuh” istrinya sendiri untuk mendapatkan harta kekayaan, merupakan hal yang biasa terjadi di Jakarta.

Lakon Mati Suri di Jakarta merupakan adaptasi dari karya sastra karangan G Francis, Nyai Dasima, yang menceritakan tentang seorang gadis desa yang dipaksa oleh orang tuanya untuk menjadi gundik seorang pria berkebangsaan Inggris. Hal itu dilakukan oleh orang tua Nyai Dasima untuk meningkatkan derajat keluarganya. Pementasan Mati Suri di Jakarta merupakan sindiran-sindiran terhadap keadaan yang memaksa untuk mematikan hati nurani masyarakat.

Sebagai sutradara, Harjay hanya berharap agar penonton dapat terhibur oleh pemantasan Mati Suri di Jakarta. Karena menurutnya, teater itu haruslah merupakan hiburan. Perihal ada pesan yang ingin disampaikan oleh pementasan tersebut, itu diserahkan kembali kepada masing-masing penonton untuk bebas menginterpretasikannya.

02 February 2013

Tentang Sebuah Lagu dari Era 90-an

Siang itu langit sedikit muram namun tak kunjung meneteskan hujan. Riko datang, saya ambilkan agar-agar dan teh manis untuk dijadikan dorongan (berguna untuk menetralisir, layaknya jeruk nipis untuk sebotol jamu lokal). Ya, berbicara dengan Riko memang lebih afdol bila memakai dorongan agar semuanya lancar.

Dia datang mencari segudang pekerjaan untuk mengisi waktu luangnya saat libur kuliah. Tak hanya itu, ia pun memasang iklan motornya yang masih layak pakai (ini kisah nyata, jadi kalau ada yang berminat segera hubungi saya).

Sudah selesai dengan tujuan awalnya datang ke rumah, tiba-tiba dorongan yang saya berikan mulai bereaksi, dikeluarkan handphone dari saku celana pendeknya dan ia pun mulai mendengarkan lagu dari playlist-nya. Lagu asing lagi yang terdengar –setidaknya untuk telinga saya- seperti Wieteke van Dort, Soundtrack serial Kera Sakti, Bob Marley, dan banyak lagi. Tapi ada satu lagu yang mengingatkan saya tentang hari Minggu siang ketika tahun 90-an, di mana panas matahari masih terhalang rimbunnya pepohonan.

Anda salah bila mengira lagu yang terdengar adalah suara-suara pemberontakan a la grunge Nirvana, lagu dengan lirik-lirik misoginis Bon Jovi, atau pop manis indie lokal angkatan Rumahsakit. Lagu yang melantun dari handphone Riko bercerita tentang seorang pendekar yang selalu mengisi Minggu siang anak-anak 90-an.

Anak-anak yang kala itu yang menikmati hidupnya dengan berlarian, mengumpat di balik jembatan, lewat sambil tertawa di atas sepeda, dan berkelahi setelah diadu oleh teman yang lebih tua. Setelah mereka cukup lelah, saat yang tepat untuk pulang dan menonton serial seorang pendekar berbaju putih dan ikat kepala berwarna putih pula. Seorang pendekar yang kala itu cukup kondang di pergaulan anak-anak 90-an.

Bukan, bukan Catatan si Boy yang menceritakan seorang pemuda kaya raya. Bukan pula serial Lupus yang berteman dengan hari-hari sibuk nan melelahkan. Pendekar itu bernama Wiro Sableng yang mempunyai guru bernama Sinto Gendeng. Dan, satu yang masih saya ingat, delman itu nyungsep ke sebuah lubang.

Wiro Sableng yang terkenal dengan nomor dada 212, mempunyai sebuah kapak yang ajaib. Entah apa yang ada dipikiran Riko mendengarkan (lagi) soundtrack Wiro Sableng, namun lagu itu sedikit membuat saya bernostalgia dengan, ya.. anak-anak 90-an. Bernostalgia dengan otot-otot yang saya punya ketika itu, ketika menjadi manusia sempurna. Bila tulisan ini hanya terpajang dalam layar monitor Anda, itu tandanya otot saya sudah tak sempurna dulu lagi, seperti anak-anak 90-an dengan nyanyiannya. Setidaknya sekarang kita bisa bernostalgia menjadi manusia sempurna.

Satu pesan dari Riko siang itu, “Dari C#7 cuk, yok sama-sama yok... cokocokocokocokocokocok...” biar sableng, biar jadi bener.