Pages

25 April 2012

Rakyat Lapar, Pendidikan Terlupakan

Kabar penundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan kegembiraan bagi rakyat Indonesia. Ada dua tipe masyarakat yang merasa diuntungkan.

Pertama, masyarakat miskin. Setidaknya mereka masih dapat bernafas untuk enam bulan ke depan. Kedua, masyarakat yang tidak tahu diri menggunakan BBM bersubsidi untuk mobil pribadinya yang mewah. Jika tidak ada tindakkan yang tegas dari penyelenggara negara, masyarakat tipe kedua akan tetap menjadi parasit bagi negara. Subsidi seperti ini kiranya tak akan mampu menyejahterakan rakyat Indonesia. Saat pendidikan dan kesehatan terabaikan, rasanya mustahil bagi sebuah bangsa untuk berkembang.

Pemberian subsidi pada BBM secara bebas hanya akan memanjakan kaum-kaum borjuis dengan kendaraan-kendaraan mewahnya. Laju penjualan kendaraan bermotor juga akan semakin meningkat, sementara pembangunan jalan tersendat.Akhirnya Jakarta sebagai pusat perekonomian di Indonesia akan lumpuh oleh kemacetan. Pada saat seperti ini memang sulit untuk mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena masyarakat selalu dimanjakan oleh pemerintah untuk menutupi kebobrokkan kinerjanya.

Masyarakat Indonesia seolah-olah dibentuk untuk memikirkan perutnya saja. Sekarang pendidikan hanya dianggap sebagai sebuah syarat untuk tetap bertahan hidup yang terbungkus dalam selembar ijazah. Ironis memang, tapi seperti itulah kenyataannya saat ini. Dengan demikian, saat BBM bersubsidi akan dinaikkan, rakyat akan marah, pun subsidi tersebut akan dialihkan ke sektor-sektor yang lebih berguna.

Masyarakat tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus sekolah, tapi mereka akan berpikir untuk bertahan hidup. Hal tersebut merupakan pembodohan kepada masyarakat. Rakyat dibuat tetap menjadi bodoh agar tidak mengurusi penguasa-penguasa yang korupsi. Tenggelamnya kasus Nazaruddin dan para petinggi Partai Demokrat pada saat isu kenaikan BBM bersubsidi merupakan contoh nyata bahwa masalah “perut” lebih penting dari masalah korupsi.

Pemerintah sepenuhnya bertanggung jawab atas keadaan sekarang.Ini adalah konsekuensi tetap membiarkan APBN tersedot oleh subsidi BBM. Jika keadaan tetap seperti ini, APBN tentu akan habis hanya untuk subsidi BBM.

Kesejahteraan rakyat tidak akan tercapai jika pendidikan dijadikan “anak tiri” oleh para penguasa. Pemerintah harus bersikap berani untuk mengambil keputusan, tentu keputusan yang cerdas, yang tidak membodohi masyarakat.

BAYU ADJI P Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
Suara Mahasiswa Harian Seputar Indonesia
Thursday, 12 April 2012

Salah Kaprah Subsidi

Rencana kenaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akhir-akhir ini menimbulkan polemik baru di kalangan masyarakat luas. Di zaman yang semuanya serba sulit seperti sekarang ini, rakyat kembali harus menghadapi kenyataan bahwa BBM akan segera naik. 

Tentu saja, hal ini menuai berbagai kritik dari berbagai lapisan masyarakat.Terlihat dari aksi yang dilakukan oleh mahasiswa- mahasiswa hampir di seluruh pelosok Indonesia yang secara terang-terangan menentang rencana kenaikkan BBM. Ini adalah bukti bahwa bangsa ini masih jauh dari apa yang dicita-citakan oleh para pendirinya. Pemerintah tentu saja tidak ingin dijadikan “kambing hitam”atas rencana kenaikkan BBM bersubsidi ini.

Mereka berdalih bahwa APBN sudah tidak sanggup lagi untuk menutupi subsidi BBM akibat harga minyak dunia semakin meninggi. Tidak hanya itu, pemerintah juga berkata bahwa subsidi lebih berguna bila disalurkan untuk sektor pendidikan atau pembangunan, walau nyatanya pendidikan tetap saja mahal dan pembangunan pun tersendat. BBM bersubsidi juga dinilai tidak tepat sasaran.

Memang demikian adanya, masih banyak kendaraan pribadi roda empat dengan senang hati mengisi bahan bakar jenis premium. Ya, dengan senang hati tanpa rasa malu sedikit pun.Bayangkan,mobil seharga lebih dari Rp100 juta tanpa merasa bersalah mengantre pada barisan BBM bersubsidi dapat ditemui hampir di setiap SPBU. Ini membuktikan bahwa masih banyak orang-orang di antara kita yang bersikap apatis dan tidak peka.

Banyak masyarakat yang salah pengertian tentang BBM bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan untuk kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemerintah tidak seharusnya menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika hal ini tetap dilakukan, maka penderitaan rakyat miskin di Indonesia akan semakin bertambah.

Akan lebih efektif bila pemerintah mengambil keputusan cerdas untuk membatasi BBM bersubsidi hanya untuk rakyat yang benar-benar membutuhkannya dan mobil-mobil “pribadi” wajib menggunakan bahan bakar tidak bersubsidi. Dengan begitu,pemilik kendaraan pribadi cenderung memilih angkutan umum untuk kegiatan sehari-harinya.

Hai ini tentu saja memberikan dampak positif bagi perekonomian rakyat kecil dan sedikit banyak dapat mengatasi kemacetan di kota-kota besar. Sudah saatnya pemerintah kita bersikap tegas dan cerdas.

BAYU ADJI P 
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi 
IISIP Jakarta       
Suara Mahasiswa Harian Seputar Indonesia
Tuesday, 27 March 2012

Masih Adakah Cinta di Antara Kita?

Siapa yang tidak tahu Front Pembela Islam (FPI)? Organisasi massa yang dipimpin oleh Habib Rizieq ini memang disegani sebagian kalangan masyarakat. FPI memang terkenal dengan kekerasan dalam setiap melakukan aksinya, bahkan lebih buas dari Satpol PP yang sedang mengusir pedagang kaki lima atau menggusur rumah warga.

Terakhir, Kantor Kementrian Dalam Negeri yang menjadi sasaran para anggota FPI. Bertepatan dengan Hari Valentin yang dikenal sebagai Hari Kasih Sayang, Selasa, 14 Februari 2012, ratusan massa yang berasal dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi damai bertajuk “Indonesia Tanpa FPI” di Bundaran Hotel Indonesia.

Aksi damai ini terinspirasi dari demo ratusan warga Dayak yang menolak kedatangan FPI di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Masyarakat Dayak menolak FPI masuk ke wilayahnya karena tidak ingin kehidupannya yang tenang dirusak oleh kehadiran FPI yang terkenal sebagai perusak.

Aksi “Indonesia Tanpa FPI” adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap lemahnya keadilan di negeri ini. Kekecewaan kepada pemerintah yang selalu menutup mata dari apa yang dilakukan oleh mereka yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kerusakan. Kekecewaan kepada pemerintah yang tidak bisa menjamin hak-hak kaum minoritas untuk beribadah.

Bila kita lihat ke sumber permasalahan, apa yang dilakukan FPI adalah untuk menegakkan syariat Islam dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.Tapi ingat, Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia adalah Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Setiap rakyat Indonesia memiliki hak untuk memiliki keyakinannya masing-masing. Rasa saling menghargai inilah yang selama ini membuat Indonesia tetap bersatu dalam keberagaman.

Namun, rasa itu perlahan mulai hilang dan kekerasan atas nama Tuhan semakin merajalela. Apakah agama kita mengajarkan kekerasan? Agama bukanlah alat perusak, agama tercipta untuk menebar cinta dan kedamaian. Dalam ajaran Islam sendiri kita mengenal Hablumminallah dan Hablumminannas. Hablumminallah adalah usaha untuk menjaga hubungankita dengan Tuhan agar selalu harmonis.

Hablumminanass adalah hubungan dengan manusia lain agar kita selalu berbuat baik dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa keyakinan manusia kepada Tuhan adalah urusan yang sangat pribadi dan setiap orang memiliki cara masingmasing untuk dekat dengan Tuhan.

Mungkin ini saatnya menyingkirkan manusia-manusia yang mengaku beragama, namun tidak bisa memanusiakan manusia lainnya. Sekarang saatnya untuk kembali menebar cinta. Kita harus tetap bersatu dalam perbedaan yang ada karena perbedaan itu akan membuat kita saling melengkapi satu sama lain. Mencintai Indonesia berarti mencintai juga perbedaan yang ada di antara kita.● 

BAYU ADJI P Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi IISIP Jakarta, 
Aktif di UKM Teater Kinasih 
Suara Mahawiswa Harian Seputar Indonesia
Tuesday, 21 February 2012

Mari Hargai Karya Anak Bangsa

Akhir-akhir ini sejumlah media nasional mengangkat berita tentang Wali Kota Solo Joko Widodo yang dengan berani menjadikan mobil yang diproduksi oleh beberapa siswa SMK di Solo yang bekerja sama dengan Kiat Motor sebagai mobil dinasnya.

Tentu langkah tersebut mendapat perhatiandarimasyarakatluas, termasukparaelite politik yang berbondong-bondong ingin membeli mobil tersebut. Inilah Indonesia, yang satu memiliki, yang lain pun ingin memiliki.Satu korupsi,semua korupsi. Namun, mobil buatan para siswa SMK ini atau yang lebih dikenal dengan mobil Esemka patut diapresiasi,mungkin tidak cukup hanya dengan apresiasi melainkan harus dikembangkan sehingga mobil Esemka dapat unjuk gigi dalam persaingan industri mobil di Indonesia, karena selama ini Indonesia merupakan target para produsen mobil dari luar negeri.

Ini merupakan langkah awal untuk membangkitkan industri dalam negeri.Pemerintah harus dapat berperan aktif dalam mengembangkan produk industri nasional agar dapat mengubah pola pikir masyarakat kita yang selalu menganggap bahwa produk luar selalu lebih baik. Bila dilihat dari kualitas sumber daya manusia,Indonesia tidak kalah dengan negara-negara maju.Banyak warga Indonesia yang cerdas memilih untuk berkarya di luar negeri.

Salah satunya adalah Prof Nelson Tansu PhD yang dikenal sebagai pakar teknologi nano yang merupakan kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan, lebih memilih untuk melanjutkan risetnya di Amerika. Bukan karena tidak cinta Indonesia, tetapi bila ia tetap di Indonesia maka kecerdasannya tidak digunakan dengan maksimal. Hal ini seharusnya tidak terjadi kalau pemerintah peka dan masyarakat mau mengapresiasi terhadap apa yang dimiliki oleh bangsa ini.

Dengan kehadiran mobil Esemka ini harus dimanfaatkan sebagai momentum bagi para pegiat industri dalam negeri, dari berbagai sektor maupun para pelaku industri kreatif untuk membuktikan bahwa karya anak negeri tidak kalah dengan produk buatan luar. Ini semua tidak akan berjalan dengan baik tanpa apresiasi dari masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah pasar yang akan pertama dituju oleh industri dalam negeri.

Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat harusnya bangga dengan menggunakan produk dalam negeri. Jangan sampai orang-orang seperti Prof Nelson Tansu pergi lagi dari bangsa ini karena tidak dihargai oleh bangsanya sendiri.Apakah selamanya kita akan terus menjadi negara pemakai?

BAYU ADJI P 
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta 
Suara Mahawiswa Harian Seputar Indonesia
Tuesday, 10 January 2012

Indonesia yang Sehat dan Bermartabat

Tahun 2012 sudah di depan mata.Semua orang, dari rakyat sampai pejabat, tentu mengharapkan Indonesia yang lebih baik pada 2012. 

Semua bermimpi untuk menjadikan Indonesia sesuai dengan yang diharapkan para pendiri bangsa kita.Tak apa hanya mimpi karena dari mimpi itu akan menjadi inspirasi membangun Indonesia. Ya,Indonesia yang sehat,Indonesia yang bersih dari korupsi serta memiliki nilai budaya yang tinggi. Ini merupakan tantangan yang besar untuk kembali menjadikan Indonesia sebagai “Macan Asia”.

Banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Mulai dari pemberantasan kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi tradisi sampai pada mengatasi budaya kekerasan yang mulai muncul ke permukaan. Dalam masalah pemberantasan korupsi, aparat penegak hukum harus secara serius menuntaskan segala kasus yang ada tanpa pandang bulu.Kami sudah muak dengan kasus-kasus yang terkesan ditutupi dan tidak jelas di mana akhirnya. Semoga tertangkapnya Nunun Nurbaeti dan terbongkarnya kasus ini menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum yang kian lemah.

Tentu saja hal tersebut harus didukung rekan-rekan media agar dapat menyajikan berita secara aktual dan faktual supaya masyarakat juga dapat mengawasi segala perkembangan yang terjadi. Di sisi lain, kekerasan terus terjadi dan mulai muncul ke permukaan.Belum selesai konflik di Papua,datang lagi kabar dari Mesuji yang sangat tragis dan seakan tidak cukup masih ditambah lagi kabar menyedihkan dari Sape, Bima, NTB. Indonesia, yang masyarakatnya terkenal ramah dan penuh sopan santun,kini telah menjadi buas.

Sebenarnya apa yang menyebabkan Indonesia menjadi buas seperti ini? Tentu tidak akan ada api kalau tidak ada asap.Ada kesamaan pada kasus yang terjadi di Papua dengan kasus Mesuji, yaitu para pemilik perusahaan yang notabene orang asing, samasama mengeruk kekayaan alam yang ada di bumi pertiwi dan keuntungan yang seharusnya diberikan kepada warga sekitarnya. Dari kasus-kasus tersebut seharusnya pemerintah lebih memilahmilah para investor asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia agar kasus tersebut tidak terulang. Inilah tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang sehat dan juga menjunjung tinggi kebudayaan.

Tantangan harus kita hadapi bersama. Dengan kerja keras dan keinginan untuk terus maju, tentu saja bukan hal yang mustahil untuk Indonesia menjelma dan menjadi “Macan Asia”.Semoga di tahun 2012,Indonesia dapat “merdeka”di negeri sendiri.●

BAYU ADJI P 
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta 
Suara Mahasiswa Harian Seputar Indonesia
Monday, 26 December 2011

23 April 2012

Semar Ngejowantah Mbabar Jati Diri

Judul        :               Semar Ngejowantah Mbabar Jati Diri
Penulis    :               Wawan Sujiyanto
Penerbit  :               Aryuning Media, Yogyakarta
Terbit      :               Agustus 2011
Ukuran    :               i-ix + 189 halaman
Harga      :               Rp 45.000,-

Manusia zaman sekarang sudah banyak yang kehilangan jati diri dan tidak mengetahui arti kebenaran yang sejati. Saat ini manusia hanya mengikuti pola pikir saja tanpa menggunakan hati nurani. Akal dan budi adalah seperangkat alat yang membedakan manusia dengan makhluk lain, jika salah satu hilang maka manusia dapat disejajarkan dengan hewan. Budi merupakan hati nurani yang senantiasa membimbing ke jalan yang benar.

Buku ini mengisahkan tentang ajaran sejati (Kejaten) yang diajarkan oleh Sang Hyang Ismoyo atau Kaki Lurah Semar Bodroyono dalam mengemban tugas dari Sang Hyang Wening atau Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai juru pamomong bagi manusia untuk mencari jati diri dan mengetahui makna dari kehidupan sejati. Manusia dilahirkan di dunia dengan kodratnya masing-masing, maka manusia harus menjalani kewajiban sesuai kodratnya dengan menggunakan hati nurani. Buku  Semar Ngejowantah Mbabar Jati Diri ini berisi ajaran-ajaran tentang kehidupan yang akan selalu mengingatkan manusia untuk selalu eling akan kodratnya masing-masing. Sayang,tata bahasa yang kurang tepat dan banyaknya kalimat-kalimat berulang akan membuat pembaca merasa jenuh pada bagian awal buku ini.

Buku ini merupakan hasil dari sabda dan perintah dari para sesepuh dan pinisepuh di tanah Jawa lewat wawancara gaib yang telah dilakukan oleh penulisnya, Wawan Sujiyanto. Wawan berharap dengan diterbitkannya buku ini, sudah dapat memenuhi perintah dari Sang Hyang Ismoyo dan para sesepuh yang lainnya.

Ngawur Karena Benar

Judul       :               Ngawur Karena Benar
Penulis    :               Sujiwo Tejo
Penerbit  :               Imania, Depok, Jawa Barat
Terbit      :               Maret 2012
Ukuran    :               248 halaman

Kata “berani karena benar” sudah tidak lagi spesial, sekarang istilah “ngawur karena benar” sepertinya lebih tepat untuk memberantas kepalsuan di balik kesopanan. “Ngawur karena benar” adalah jurus terakhir yang digunakan ketika kesopanan dan tata krama itu hanya untuk menutupi kepalsuan.

Dalam buku ini Sujiwo Tejo merumuskan cara untuk memberantas virus kemunafikkan yang sedang merajalela di Indonesia. Virus kemunafikkan ini bisa diberantas dengan cara yang urakan. Tapi, urakan itu berbeda dengan kurang ajar. Urakan adalah melanggar aturan termasuk aturanberpikir demi mengikuti hati nurani. Sedangkan kurang ajar itu melanggar aturan hanya untuk melanggar.

Buku ini akan menuntun kita untuk menemukan cinta sejati. Dimana kita menemukan cinta yang benar-benar cinta tanpa alasan, karena jika alasan itu muncul di dalam cinta, maka cinta itu berubah menjadi kalkulasi.
Buku yang berisi 37 naskah/artikel karya Sujiwo Tejo yang telah dimuat di berbagai media massa ini diharapkan bisa mengubah perilaku manusia yang menjaga norma kesopanan demi kepalsuan dan bisa memberikan pelajaran agar bangsa ini tidak menjadi bangsa yang munafik. Tapi, jika salah diartikan, maka manusia-manusia kurang ajar akan semakin merajalela.

Sujiwo Tejo sendiri berharap buku ini bisa dibaca oleh ibu Negara Ani Yudhoyono dan oleh pengguna jalan raya.

Satu Porno Semua Parno

Nama saya Sujarwo Wijiatmoyo asal dari Purwokerto, tapi bisa dipanggil Mbah Jarwo. Saya biasanya dimintai petuah atau wejangan oleh masyarakat agar sukses, padahal hidup saya sendiri ndak sukses. Hehehe..dasar wong ndeso! Kalau mau sukses ya usaha!

Sabtu kemarin, saya pergi ke Jakarta dalam rangka memenuhi panggilan untuk menjadi hakim dalam sidang kasus korupsi Angie. “wah, lumayan bisa mejeng muka di TV..” dalam pikiran saya. Sampai di Jakarta, kawan kawan aktivis justru sedang heboh mendiskusikan satgas anti pornografi atau apapun lah itu namanya. Saya pun bingung, memang benar-benar bingung mau bicara apa. “Apa saya salah denger waktu dipanggil ke Jakarta? Perasaan, suruh ngurusi kasus Angie, ini kok malah pornografi?” hati kecil saya berbisik. Tapi, kemudian saya larut dalam diskusi yang cukup panas itu. Porno itu kan subjektif, terus bagaimana cara memberantasnya? Wong yang jelas-jelas objektif seperti korupsi saja ndak pernah tuntas.

Saya jadi teringat pada suatu ketika, di Jakarta pernah ada juga (mungkin sampai sekarang masih berlaku) aturan untuk tidak merokok di tempat umum. Kalau ada yang melanggar peraturan ini akan disidang di tempat. Algojonya itu Satpol PP. Toh, nyatanya sang algojo yang mulia malah ikutan ngerokok. Payah.

Kembali lagi ke kasus satgas pornografi. Kasus? Lah memangnya mereka salah apa? Oh, saya keliru, maksud saya kembali lagi ke calon kasus satgas anti pornografi. Saya yakin kalau sebenarnya orang-orang yang membuat rencana ini bermaksud baik, untuk melindungi kita semua dari tindakan pelecehan seksual atau bahasa kerennya digerepe-gerepe. Namun, karena rakyat Indonesia ini sudah pintar semua, maka salah memaknai sedikit, masalah bisa jadi rumit. Teman saya, Sal, menilai kalau aturan ini melanggar hak asasi manusia untuk memamerkan pahanya.

Suatu hari, ada teman cucu saya yang cantik,Tantekul, pergi ke kampus dengan memakai rok mini. Saat pulang kuliah, di dalam angdes (angkutan desa), pepek dan teteknya diremes-remes sama si Suman, supir angdes yang sudah seharian belum dapat setoran. Kalau sudah digerepe-gerepe, baru Tantekul melapor ke petugas kalau paha ini hanya untuk dilihat tidak untuk disentuh. Tantekul bilang “dasar pikiran kotor! Baru liat paha aja langsung nepsong..”  Suman berkilah “maaf tadi saya khilaf”. Yah, bagaimana orang yang seharian belum dapat setoran pikirannya ndak khilaf? Logikanya, orang yang laper akan susah berpikir benar, kelakuannya ngawur cenderung kurang ajar, ..wong laper kok suruh membela kebenaran! Jadi yang salah yang membuka pameran paha atau yang punya pikiran kotor?

Saya jadi merasa ngeri sendiri kalau nanti saya bertemu cucu saya di tempat umum, saya peluk dia, akan ditangkap karena dianggap adegan porno. Lebih kasihan lagi, orang-orang yang kamar mandinya terpisah dari rumahnya, sehabis mandi jalan ke rumah pakai handuk doang, malahan ditangkap karena dianggap menggoda si Iman.

Wah, saya lupa harus ngurusi mbak Angie di ruang sidang... (MJ)