Pages

21 June 2012

Kenang-Kenanglah


Burung bernyanyi riang di tangkai yang daunnya perlahan jatuh
Sayapnya merekah, mengingat masa ketika ribuan mayat tergeletak
Senapan panjang lengkap dengan bayonetnya, sekilas nampak pada paruhnya
Burung elang legenda itu pun terbang, menghilang bersama kenangan

Aku telah mencari tentang pembantaian…
Di riuhnya suara air yang menabrak pasir…
Di heningnya hutan, tempat mayat tak bertengkorak…
Sampai ke kuburan, selepas misa sebelum hingga rosario tertelan…
Buku sejarah, entah mengapa, seakan enggan menjelaskan tentang pembantaian

Burung elang legenda kembali datang
Pohon tempat ia merenung, kini telah berubah menjadi tiang
Burung itu seperti kesepian menatap cakrawala
Dalam kepalanya tersimpan pertanyaan tentang angka…
Angka yang hilang tak pernah sempat untuk dibicarakan

Senja datang seperti kilat menyambar dalam hujan
Datang untuk memisahkan siang dan malam
Membawa keriangan dalam ketenangan
Burung pun kini perlahan terbang, entah kapan akan kembali…
Mungkin kepergiannya bisa menghapuskan kenangan tentang pembantaian

Nasib Mayat yang Berlabuh di RSCM

Jakarta, 12 Juni 2012-Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah salah satu pusat rumah sakit di Jakarta. Biasanya, korban dari suatu kejadian atau peristiwa di Jakarta langsung dibawa ke RSCM. Mayat-mayat yang ditemukan oleh polisi atau siapa saja dilarikan ke RSCM untuk ditindaklanjuti atau diotopsi.

Menurut dr. Djaja S Atmadja, dokter forensik RSCM, tidak semua mayat yang ada di kamar mayat RSCM dapat diotopsi, otopsi hanya bisa dilakukan bila ada permintaan dari pihak kepolisian.  Jadi mayat-mayat yang tidak jelas identitasnya dan kasusnya akan dikuburkan secara masal, pungkas dr. Djaja.

“Mayat yang tidak ada identitasnya akan disimpan di kamar mayat dengan tenggang waktu tida hari, jika tidak ada yang mencarinya maka mayat itu akan dikuburkan dengan cara Islam,” jelas Dedi, salah satu penjaga kamar mayat RSCM saat ditemui Rabu (23/5/2012). Pun ada orang yang mengenali mayat tak beridentitas, harus ada surat dari pihak kepolisian untuk membawa pulang mayat tersebut, lanjut Dedi. “Rata-rata mayat yang masuk ke RSCM memang mayat yang tidak ada identitasnya,” tutup Dedi.



12 June 2012

Supir Mengantuk, Taksi Menghantam Kijang


Jakarta − Kecelakaan antara taksi dengan mobil kijang terjadi di depan kawasan terpadu Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, Sabtu (2/5/2012) sekitar pukul 21.30 WIB. Kejadian tersebut tidak sampai menelan korban jiwa, hanya beberapa orang yang terluka ringan.

“Kejadian bermula saat sebuah taksi yang tiba-tiba membanting kemudi ke arah kanan, lalu dari arah berlawanan kebetulan ada sebuah mobil kijang yang sedang berjalan, sehingga terjadi kecelakaan,” ujar seorang saksi mata, Djodhie, saat sedang diwawancarai.

Menurut Djodhie, supir taksi yang belum diketahui namanya, mengemudikan kendaraannya dalam keadaan mengantuk, sehingga taksi yang dikemudikannya menabrak mobil di dari arah berlawanan.

“Peristiwa kecelakaan tersebut langsung ditangani oleh security kawasan Rasuna Epicentrum, karena memang kebetulan kejadiannya di dekat pos security,” ujarnya. Supir taksi itu langsung dimintai keterangan oleh security yang menangani kejadian tersebut.

Mama, Jangan Pukul Aku...


Judul : Mama, Jangan Pukul Aku….
Penulis : Regina Clarinda
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Terbit : Februari 2012
Ukuran : i-xi 207 halaman
Harga : Rp. 60.000,-


Sebuah kisah nyata mengharukan yang dialami oleh penulis, Regina Clarinda, dalam menghadapi brutalnya penganiayaan (child abuse) oleh ibu kandungnya sendiri. Sejak berusia empat tahun ia disiksa, namun Regina tetap mempertahankan nyawa di tengah gencarnya ancaman pembunuhan dari ibu kandungnya sendiri. Rasa tertolak dan tidak dikasihi membuat Regina tumbuh menjadi seorang wanita dengan sisi emosi yang tak terkontrol. Sehingga ia sempat mengalami depresi berat yang berkepanjangan sampai terobsesi untuk mati. Di tengah itu semua, Regina berusaha untuk bangkit.

Buku ini memaparkan langkah-langkah efektif untuk membebaskan kita dari jeratan depresi. Penulis ingin berbagi untuk memberikan bimbingan bagi kita semua melalui pengalaman pribadinya sebagai seorang anak yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga secara brutal.

Regina Clarinda adalah seorang pengajar dan motivational speaker yang memiliki kerinduan untuk menolong orang-orang mengatasi kerusakan emosional dan luka batin mereka. Regina telah berpengalaman sebagai konselor pembimbing para penderita depresi untuk kesembuhan jiwa mereka, selama lebih dari sepuluh tahun.

Pengalaman pahitnya semasa kecil membawanya menjadi seorang yang kehilangan arah dan tujuan. Namun, dengan kegigihan hatinya, Regina masih dapat berbagi kepada sesama dalam hal gangguan kejiwaan. Buku ini berguna juga untuk para orang tua dalam mendidik anak agar anaknya dapat tumbuh menjadi seseorang yang memiliki sisi emosional yang matang.

Ilir-Ilir: Ilustrasi Tembang Dolanan Anak Jawa


Permainan anak-anak tradisional dari masa ke masa selalu berubah sejalan dengan perkembangan zamannya. Dahulu, republik ini sangat kaya akan permainan anak-anak. Setiap daerah memiliki ciri khas permainannya sendiri-sendiri. Namun, saat ini keberadaannya sudah sangat jarang ditemukan. Pengaruh modernisme telah membuat segala hal yang berbau tradisional terkesan kuno, sehingga masyarakat tidak memiliki minat lagi, dan akhirnya ditinggalkan oleh bangsanya sendiri. Sungguh sangat memprihatinkan, padalah itu merupakan warisan kebudayaan yang harus kita lestarikan.


Dalam rangka melestarikan permainan anak tradisional yang saat ini semakin terkikis, Bentara Budaya Yogyakarta mengadakan Pameran Ilustrasi Tembang Dolanan Anak Jawa di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, 30 Mei – 3 Juni 2012. Acara itu memamerkan lukisan dan buku ilustrasi tembang dolanan karya seorang seniman dari Bentara Budaya Yogyakarta bernama Hermanu. Bentara Budaya Yogyakarta juga mengumpulkan data-data tentang permainan anak yang berupa ilustrasi dan teks tembang dolanan anak dari berbagai sumber, lalu lalu menyusunnya dalam sebuah buku sebagai kelengkapan pameran.

Ilir-ilir dipilih sebagai judul pameran, karena tembang ini sangat unik dibandingkan dengan tembang yang lain. Di antara sekian banyak tembang dolanan anak, ilir-ilir mudah dinyanyikan, sudah memasyarakat, namun juga mempunyai makna yang sangat dalam pada dunia spiritual. Selain itu, tembang ini juga dinyanyikan untuk permainan anak-anak yang berbau magis seperti Sintren, Nini Thowok, dan Lahis yang saat ini sudah langka, bahkan hampir tak ada yang memainkannya lagi.

Nilai budaya di sekitar kesosialan dan kebersamaan yang terdapat pada permainan tradisional nampaknya tidak ada dalam games yang dimainkan anak-anak sekarang. Permainan tradisional selalu terjadi dalam kebarsamaan. Anak-anak saling berinteraksi satu sama lain. Namun, games pada saat sekarang ini cenderung dapat dimainkan secara idividual. Hal itu tentu saja akan ikut membentuk kultu,r yang kemudian membuat manusia menjadi individualis bahkan terkesan egois dan sinis terhadap kesosialan serta kebersamaan.

Saat ini sulit bagi kita menghayati llagi diri kita sebagai homo ludens (makhluk bermain) yang khas bagi kebudayaan kita. Kita terlalu sibuk untuk menjadi homo economicus (manusia ekonomi) yang selalu mendewakan harta atau keuntungan semata. Mungkin di sinilah letak jawaban, mengapa di zaman global ini kita merasa kehilangan identitas kita sendiri. Pameran Ilustrasi Tembang Dolanan bukan sekedar noltalgia dengan masa lampau. Lebih dari itu, pameran ini mengajak kita untuk kembali melestarikan permainan yang khas kebudayaan kita.

Hilangnya Kebudayaan dalam Sistem Pendidikan

Mei merupakan bulan yang identik dengan pendidikan. Karena setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari Pendidikan Ini diambil dari hari lahir Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau lebih akrab dengan nama Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei 1889 yang merupakan pahlawan pendidikan Indonesia.

Dahulu, Ki Hajar Dewantara, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, bersusah payah untuk membangun sistem pendidikan Indonesia yang sesuai dengan budaya dan karakteristik bangsa. Maka, lahirlah Taman Siswa pada 3 Juli 1922 sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat. Ki Hajar Dewantara berharap dapat menciptakan generasi muda yang dapat bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsanya. Sampai pada saatnya, Bapak Pendidikan Nasional bersama Taman Siswanya berhasil mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.

Namun, keadaan saat ini telah berubah. Pedidikan bukan menjadi lagi sesuatu yang menolong bangsanya, tapi pendidikan digunakan untuk memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan bangsanya. Jelas, sistem pendidikan saat ini sangat berbanding terbalik dengan ekspetasi para pendiri bangsa. Ini merupakan akibat dari pendidikan yang hanya menekankan pada sisi intelektual saja. Padahal, Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan, bahwa pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual akan menjauhkan para peserta didik oleh masyarakat. Dari sisi psikologis, pendidikan saat ini hanya mementingkan cipta yang mengakibatkan kekosongan pada rasa dan karsa. Pendidikan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur cipta, rasa, dan karsa memang sangat penting. Karena jika cipta, rasa, dan karsa iru menjadi satu, maka ketika itu pula hati, pikiran, roh, tubuh, dan lingkungan akan menjadi satu keseimbangan dalam diri manusia.

Pedidikan dan budaya adalah syarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk dapat bertahan dalam mengarungi samudra. Pendidikan dan budaya memiliki andil yang sangat besar dalam upaya menjadikan Negara Republik Kesatuan Indonesia benjadi sebuah bangsa yang utuh dan dipandang oleh dunia. Namun, secara perlahan tapi pasti bangsa ini mulai terbuai dengan kemerdekaan. Pendidikan berubah menjadi syarat untuk mencari makan, sedangkan budaya hanya tinggal kenangan yang diabadikan dalam gudang.

Merupakan hal yang wajar, jika sampai saat ini korupsi merajalela di bangsa ini dan nilai-nilai agama dirusak oleh kekerasan. Hilangnya unsur unsur budaya Indonesia dari dunia pendidikan sumber dari segala kebobrokkan yang dialami oleh bangsa ini. Pendidikan saat ini telah meningggalkan karakter bangsa yang sesungguhnya. Karakter bangsa yang ramah, telah berubah menjadi apatis. Bangsa yang terkenal dengan ke-bhineka-annya, sudah menjelma menjadi perusak atas nama perbedaan.

Pemerintah harus berupaya untuk mengembalikan karakter bangsa sesuai dengan kodratnya. Banngsa yang terkenal dengan keramahannya dan menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur. Untuk merubah kondisi bangsa yang sudah seperti ini memang bukanlah proses yang mudah. Namun, jika pelaksanaan pendidikan karakter tidak juga terlaksana, maka harus menunggu sampai kapan lagi untuk melihat bangsa ini merdeka seutuhnya?

Menantikan Lahirnya Partai Penyalur Aspirasi Rakyat

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rayat. Demokrasi merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa. Namun pada kenyataannya, demokrasi telah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Filosofi demokrasi yang tadinya dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat telah berubah menjadi dari rakyat, oleh rakyat, untuk partai politik.

Masyarakat di saat-saat seperti sekarang ini seakan tidak dibutuhkan perannya oleh para elite politik. Oleh karena itu kepentingan rakyat sering terabaikan oleh para wakil rakyat di Senayan. Mereka lebih mengutamakan urusan partai politik yang telah membesarkan namanya dari pada membela rakyat yang menggajinya setiap bulan. Ini terbukti pada saat pembahasan UU Pemilu, para anggota dewan lebih mengutamakan kepentingan partainya masing-masing agar dapat keistimewaan khusus kepada partai-partai di parlemen dapat mengikuti pemilu 2014 tanpa harus melalui proses verifikasi terlebih dahulu. Sedangkan mengenai bentuk pemilu yang ideal tidak banyak yang dijelaskan kepada masyarakat.

Kepentingan rakyat telah disepelekan oleh orang yang mengaku dirinya “wakil rakyat”. Rakyat hanya diberi harapan, mungkin dengan sedikit sogokan, saat pemilu berlangsung untuk memberikan suaranya. Setelah pemilu usai, para elite politik seakan lupa oleh janji-janjinya pada saat kampanye. Mereka tidak lagi mengurusi rakyat, tetapi mengurusi bagaimana caranya agar partai politiknya masih dapat ikut pemilu pada masa selanjutnya.

Partai politik pada dasarnya adalah tempat untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Namun, dalam perkembangannya, rakyat yang ingin menyuarakan aspirasi politiknya harus berhadapan dengan idealisme partai politik tersebut. Rakyat yang telah masuk dalam sebuah partai politik mau tidak mau harus mendahulukan kepentingan partai politiknya daripada kepentingan masyaraat luas. Dengan kata lain, orang baik yang sudah masuk ke dalam lingkaran partai politik, akan sangat sulit untuk tetap bertahan menjadi orang baik.

Masyarakat saat ini telah muak oleh sandiwara-sandiwara yang dilakukan oleh para elite politik. Jadi, jangan salahkan masyarakat bila pada pemilu 2014 nanti suara yang golput akan semakin banyak. Masyarakat lebih memilih menjadi golput daripada harus memilih dengan terpaksa para oportunis yang ada dalam partai politik. Masyarakat memimpikan lahirnya partai politik yang benar-benar dapat menyalurkan aspirasinya.

Lonceng Cinta di Sekolah Guru


Judul : Lonceng Cinta di Sekolah Guru
Penulis : khairul Jasmi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Terbit : Maret 2012
Ukuran : 353 halaman
Harga : Rp 58.000,-


Di tengah kesibukan dalam belajar untuk menjadi seorang guru, Nunus, seorang pemuda yang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Guru atau SPG tetap memiliki sisi-sisi manusiawi yang perlu dimengerti. Nunus memulai perjalanan cinta dan hidupnya dari Sekolah Pendidikan Guru tersebut. Hingga pada akhirnya, SPG tersebut telah ditutup lantaran jumlah guru yang melimpah dan syarat untuk menjadi guru diperlukan gelar sarjana.

Novel karya Khairul Jasmi yang berlatar belakang pada medio 1980-an ini mengangkat sisi lain dari para calon pendidik generasi penerus bangsa. Dalam novel ini diceritakan perjalanan seorang pemuda dalam mengejar cinta yang tumbuh di tempatnya menuntut ilmu di sekolah guru. Khairul Jasmi menampilkan sisi manusiawi dari seorang calon pendidik.

Dalam novel ini juga dijelasikan ketidakmerataan pembangunan di Sumatra Barat pada decade 1960-an. Ketidakmerataan ini menyebabkan anak-anak di Minang harus berusaha lebih giat dala, mencari ilmu. Perjuangan anak-anak Minang dalam menapaki zaman “generasi intelektual” yang gagal dicapai orang tua mereka juga tak luput dari pemikiran Khairul Jasmi.

Khairul Jasmi memberikan pesan secara tersirat dalam novel ini bahwa guru adalah manusia biasa yang memerlukan rasa cinta.