Pages

05 November 2012

Menulis Hanya Menjadi Beban




Menulis, seperti halnya bermain dan belajar, adalah sebuah kegiatan yang biasa dilakukan oleh manusia modern. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi menulis adalah membuat huruf (angka dsb); 2 melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan; 3 menggambar; melukis; 4 membatik (kain). Hampir setiap orang dapat menulis dengan bebas dan tentu disertai dengan tanggung jawab.

Orang-orang biasa menulis untuk mencurahkan perasaan, pemikiran, persepsi dan banyak hal lain yang perlu dituangkan melalui rangkaian diksi yang asyik. Ketika seorang penulis telah menyelesaikan tulisannya, ia akan merasa senang. Menulis menjadi sebuah permainan –yang tentu tidak paksaan dari pihak manapun- yang mengasyikkan. Ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi sang penulis. Dalam situasi seperti ini, menulis menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang penulis, layaknya seseorang yang sedang menikmati sebuah permainan.

Dengan menikmati menulis, sadar atau tidak, seorang penulis akan melahirkan tulisan-tulisan yang berisi pemahaman dan pemikirannya. Tulisan yang dihasilkan akan memiliki makna yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi orang-orang yang membacanya. Dan, ketika para pembacanya tidak sepaham dengan makna dan pemahaman sang penulis, maka pembacanya itu akan  mengkritisi atau memberikan komentar tentang isi dari tulisan tersebut. Seperti proses untuk melahirkan sintesis, yang dimulai dari sebuah tesis, hadirnya kritikkan berupa anti-tesis dan akhirnya menjadi sebuah sintesis. Tentu hal ini akan melahirkan ide-ide baru dan segar, baik untuk pembaca maupun penulisnya.

Namun, menulis hanya akan menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi seorang penulis ketika mengerjakannya dengan perasaan terpaksa. Orang-orang yang menulis karena sebuah paksaan, secara tidak langsung jiwanya akan tertekan. Ketika jiwa telah tertekan, tulisan yang dikerjakannya pun cenderung akan menjadi kosong, tanpa adanya makna atau pesan yang kuat di dalamnya. Proses pemikiran dalam tulisan itu menjadi tersendat. Besar kemungkinan dalam tulisan yang dikerjakan secara terpakasa, nilai-nilai edukasi yang bersifat kritis dan informasi dari tulisan itu menjadi kabur dan menghilang. Tulisan tersebut hanya akan memenuhi kewajiban sang penulis dari tugasnya, that’s all.

Sebuah tulisan menjadi berguna atau tidak, tergantung pada niat seorang penulis dalam membuat tulisannya. Ketika seorang penulis belum bisa untuk membuat tulisannya berguna, ia masih dapat belajar dengan tekun untuk dapat membuat tulisannya menjadi berguna. Tentu, dengan referensi dari berbagai macam bahan bacaan dan keikhlasan untuk menerima saran dari para pembacanya. Tapi, apabila seorang penulis sudah tak memiliki niat, jangankan untuk tulisannya menjadi berguna bagi pembaca, untuk menyelesaikan tulisannya saja akan menjadi sulit.

Ketika untuk manusia modern menulis telah menjadi fashion, sangat disayangkan bila masih banyak tulisan yang lahir dari sebuah tuntutan. Menulis hanya sekedar menjadi fashion. Dan, hanya apresiasi semu belaka dari para pembaca yang akan didapatkan untuk penulisnya, yang sudah capek-capek membuatnya.

Kegiatan menulis hanya untuk mendapatkan apresiasi memang sangat mudah untuk dilakukan. Kegiatan menulis menjadi sulit ketika dalam tulisan tersebut ada sesuatu yang jujur dan memiliki makna yang jelas, serta dapat memberi efek pada kehidupan sosial –paling tidak kepada orang yang membacaya.

Menulis, dengan kejujuran dan pemahaman yang kuat, tentu akan menyenangkan sekaligus mencerdaskan.