Pages

13 October 2012

Mitos Sebagai Budaya (Kebiasaan?) Bangsa


Mitos. Kata yang sering timbul di kepala ketika mendengarkan orang tua –yang dianggap kuno- sedang bercerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal. Mitos erat kaitannya dengan legenda atau cerita rakyat yang tidak selalu jelas asal-usulnya. Sebagai bagian dari bangsa timur, nusantara memiliki beragam mitos yang populer di masyarakat. Mitos, yang terus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya sejak balita, akan menjadi sebuah aturan, bahkan kepercayaan. Mitos yang disampaikan dalam masyarakat tidak melulu tentang perilaku manusia, tapi juga tentang obat-obatan tradisional, dari yang herbal sampai yang berbau klenik.


Untuk menemukan solusi untuk sebuah masalah, nenek moyang kita tak pernah melakukan pengujian ilmiah. Insting, pengetahuan implisit dan keyakinan, cukup untuk membuat sesuatu yang tidak masuk akal menjadi solusi sebuah masalah. Contoh yang saat ini masih tersisa adalah mengerok punggung (kerokan) pada saat masuk angin. Ketika diuji secara ilmiah, kerokan tidak membuat angin keluar dari tubuh. Kerokan akan membuat rangsangan nyeri di punggung, sehingga nyeri yang lama akan berkurang, bahkan menghilang. Pun seperti itu faktanya, masyarakat masih menganggap kerokan sebagai salah satu pengobatan alternatif untuk membuat angin keluar atau sekedar membuat badan lebih ringan ketika masuk angin. Kerokan telah menjadi sesuatu yang wajar dilakukan ketika masuk angin.

Sesuatu yang dianggap sebagai kewajaran lahir dari kebiasaan-kebiasaan di lingkungan sosial. Sebuah kewajaran pula bila, pada zaman dahulu, seseorang sedang sakit pergi ke dukun atau paranormal untuk berobat. Dan mereka pun sembuh, seperti masyarakat modern sehabis berobat dari dokter. Sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehat, tentunya. Seorang dukun yang dapat menyembuhkan pasiennya tidak dapat dibuktikan dengan fakta-fakta ilmiah, yang oleh bangsa barat terus diagung-agungkan untuk menemukan kebenaran. Namun dalam ketidakilmiahan tersebut terdapat sebuah keyakinan untuk sembuh dari dalam diri pasien ketika pergi ke dukun. Mitos menjadi sebuah keyakinan dan melahirkan sugesti yang akan menghasilkan energi. Ketika “sesuatu” diberikan sugesti positif, maka “sesuatu” tersebut menghasihkan energi positif. Kerokan dan berobat ke dukun merupakan contoh nyatanya.

Mitos yang diberikan oleh para orang tua secara tidak langsung mengajarkan bangsa ini untuk tetap memberikan sugesti positif terhadap segala sesuatu. Namun, dengan menjamurnya modernisme di berbagai tempat, mitos para orang tua mulai tergusur layaknya kebudayaan lokal yang mulai luntur. Budaya kritis mulai terbenuk untuk merekonstruksi nilai-nilai yang telah ada. Sikap kritis masyarakat modern melulu menuntut fakta ilmiah untuk menjelaskan segala sesuatu dan mencari kebenaran, tak terkecuali untuk menjelaskan dan mencari kebenaran tentang Tuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan terhadap sesama kian memudar.

Saat ini, mitos diasosiasikan sebagai sebuah kepalsuan atau kebohongan para leluhur yang hanya dapat dipercayai oleh anak kecil. Kepercayaan terhadap sebuah mitos dianggap kebodohan, menipu diri sendiri. Namun sejarah mengatakan bahwa manusia akan selalu memerlukan mitos untuk memuaskan dirinya sendiri, layaknya onani.