Di pagi yang tak terlalu dingin dengan kipas angin di nomor
dua, kejadian hari Minggu yang baru dua hari berlalu masih teringat. Berwisata
bersama kawan dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(IISIP) Jakarta.
Terasa aneh memang, perihal saya tak pernah mengikuti satu
pun kegiatan LDK di kampus, bahkan saya salah satu orang yang tidak memedulikan
keberadaannya di kampus. Teringat kata kawan saya, May Rahmadi, “Jadi kerjaan
LDK cuma begini doang? Ngapain sampe
ngabisin uang kampus setiap semester?” sambil menunjuk selebaran yang kurang lebih bertuliskan ‘jagalah
kebersihan’ tertempel di tukang fotokopi depan IISIP.
Baiklah, kita kembali ke acara hari minggu itu. Saya diajak
oleh Oci, teman yang saya kenal lewat teater. Katanya, saya menggantikan ruang
kosong undangan yang diberikan ke anak Himajur yang tidak mengirimkan perwakilan. Saya pun dengan senang hati
ikut. Yah lumayanlah hari minggu jalan-jalan gratisan. Oh iya, konon nama
acaranya itu Wisata Orientasi Alam Sehari (WOAS).
Kumpul di kampus jam 06.00 dan yang terlihat adalah para
akhwat dan ikhwat lengkap dengan pakaian yang menutup aurat. Subhanallah!! Tapi,
sesaat berselang, ada juga perempuan yang kepalanya tak tertutup jilbab dan
lelaki yang celananya yang habis di dengkul. “Mas, kayaknya saya salah kostum
nih,” ucapnya sembari muka yang konyol ketika orang itu –saya lupa namanya-
berkenalan dengan saya. Namun perihal pakaian tak menjadi masalah, yang penting iman. Berbeda iman pun rasanya tak dilarang, yang penting tak bermusuhan.
Sekitar jam 07.00 kami berangkat ke Puncak, Bogor. Saya berada
di dalam mobil (lupa merek) yang berisikan delapan orang. Isinya semua
mahasiswa, dan seperti tak ada aturan di dalamnya. Hanya satu yang tercatat, sang
supir, yang juga mahasiswa nampak kesal ketika temannya mengarahkan untuk masuk
melalui gerbang tol Citeureup, karena katanya bila lewat tol TB Simatupang lebih mahal. Perbandingannya, kalau dari TB Simatupang; Rp 8000 dan dari
Citeureup; Rp 4000. Betapa mereka sangat berhemat-ria. Walhasil, mobil kami
terjebak buka-tutup selama kurang-lebih satu jam. Saya hanya bisa tidur,
karena malas mengobrol dan kebetulan belum tidur semalaman.
Sampai di tempat tujuan, tepatnya di Curug Panjang, Mega
Mendung, para peserta yang baru sampai dikumpulkan di sebuah pos, dan diberi
materi. Isinya, sambutan alumni, ketua LDK dan suasana syahdu dari lantunan
pembacaan Al Quran. Tak lama berselang, saatnya makan siang. Satu hal yang
sangat disayangkan. Ketika ayam goreng melambangkan kebersamaan tak didukung oleh
sambal yang tepat, kebersamaan akan hilang dengan sendirinya. Yak! Sambalnya kurang
nikmat sedikit merusak selera makan. Pun begitu, patutnya saya bersyukur sudah
bisa diberi makan, apalagi gratis.
Waktu Zuhur pun menjelang. Kami, dan tentu saja saya ikut di
jemaahnya, melakukan solat berjamaah. Dingin.
Sudah selesai Zuhur, acara pun dilanjukan dengan tracking menembus hutan dan melewati
sungai. Kelompok dipisahkan menjadi empat, dua kelompok ikhwat dan dua kelompok
akhwat. Sedkit lelah berjalan naik dan turun melalui jalur tanah, tiba juga di
mana air berjatuhan dari tebing yang curam. Pelampung dibagikan dan, byurrr....
Semua berenang.
Selesai, kami kembali ke pos awal melalui jalan sungai. Menantang,
itulah yang tergambarkan bila saya boleh memakai majas hiperbola. Aliran
sungai yang lumayan deras dan batu-batu berlumut membuat satu per satu
jatuh dan berguguran –bukan makna sebenarnya. Ada yang pingsan karena
ketakutan, ada yang curi-curi kesempatan menggandeng tangan, ada pula yang
jatuh dengan kepala duluan (hehehe.. sorry, Ci. Untung pala lu gak napa-napa).
Karena waktu sudah tak memungkinkan –menghindari buka-tutup
jalur Puncak- ketika sampai di pos awal, seluruh peserta disuruh membasuh diri
dan bersiap-siap pulang ke Jakarta. Saya yang tak bawa sempak ganti akhirnya
harus rela pulang dengan sempak basah dan mengkerut di dalam mobil ber-ac.
Perjalanan pulang saya isi dengan tidur. Saya sempat bangun
ketika jalan tol, yang nama lainnya adalah jalan bebas hambatan, itu macet dan
rombongan pun memilih beristirahat di rest
area Bogor. Saya menuju toliet, karena tak tahan dengan sempak yang masih
cenderung basah. Berdiri beberapa detik di tempat kencing tak jongkok, saya
baru sadar kalau saya tak bisa mengeluarkan air seni dalam tekanan antrian
orang-orang kebelet. Akhirnya saya memilih antri di tempat kencing berpintu.
Selesai istirahat di rest area, kami pun melanjutkan
perjalanan ke Jakarta. Saya pun kembali tidur di antara sembilan orang bedesakan di mobil yang harusnya diisi oleh delapan orang.
Catatan kepada Kawan
Dari perjalanan itu, saya akhirnya tahu kegiatan LDK IISIP
Jakarta tidak hanya menempelkan selebaran hitam-putih di
sembarangan sudut-sudut kampus. Setidaknya, ada yang lain. Walaupun lebih
bersifat menghabiskan anggaran, namun setidaknya...
Dalam perjalanan itu pula, saya merasakan ada niat baik dari
LDK untuk memasyarakatkan organisasinya. Agus, salah seorang panitia meminta
pendapat saya, sebagai seorang mahasiswa yang berada di luar lingkaran LDK, mengenai
seminar yang akan –entah jadi atau tidak- dilaksanakan oleh LDK. Saya pun
menjawab sekenanya.
Agus merasa bosan dengan tema-tema kewirausahaan yang
selalu dikemas payah menurutnya. "Basi!" sekiranya itu yang saya ingat dari ucapannya. Ia ingin mengangkat tentang Timur Tengah, politik Islam,
dan hal yang bisa mewakili seluruh jurusan yang ada di kampus. Merupakan hal positif, mengingat citra Islam di kampus sudah sedikit mengerikan dengan
kelompok-kelompok ekstra yang mengatasnamakan Islam dan memimpin Badan
Permusyawaratan Mahasiswa, yang belum kunjung turun pun periodenya
sudah lewat.
Akhirnya, saya harus tuntaskan tulisan ini sampai di sini.
Tulisan ini pun sebagai balas budi atas kebaikan Oci mengajak saya. Dan insya
Allah, tulisan ini tak bias, pun bias adalah suatu kepastian. Ketika ditanya
Oci mengenai kesan saya tentang WOAS, saya hanya menjawab, “Cakep Ci, tapi...
ya gitulah kayak rekreasi aja sih kalo buat gw..”
Oci pula yang menanyakan saya apakah dapat inspirasi setelah diajak ke alam. Dan akhirnya, nyamuk yang terbunuh dengan jempol kaki pagi tadi membangkitkan inspsirasi menulis lanjutan ucapan saya sebelumnya.
No comments:
Post a Comment