Siang itu (12/10), jalan TB Simatupang cenderung lancar. Danuri
terlihat sedang mengumpulkan botol-botol bekas yang berserakan di pinggir
jalan. Tak ada orang yang mengira bahwa ia adalah salah satu artist yang ikut meramaikan perhelatan
Jakarta Biennale 2013.
Pak Nur, sapaan akrab Danuri, merupakan seorang warga yang
mengisi hari-harinya dengan mengumpulkan barang bekas dan tinggal di bawah
jalan layang TB Simatupang, Jakarta Selatan. Muralnya terbaca jelas para
pengguna jalan yang melintas. “Jadilah diri sendiri seutuhnya. Buatlah prestasi
yang anda sumbangkan untuk kehidupan ini,” begitulah isi mural Pak Nur.
Warga sekitar pun ikut mengapresiasi karya Pak Nur tersebut.
Menurut Ali, tukang ojek yang biasa mangkal di warung kopi, di depan
Universitas Tama Jagakarsa, merasa senang melihat mural Pak Nur. “Apalagi kalau
gambarnya bagus, tapi paling sebulan dua bulan dihapus sama orang taman (Dinas
PU), biar mereka ada kerjaan. Kalau gak ngapusin mural, mereka makan gaji
buta,” tutur Ali.
Ali yang sering mangkal di daerah TB Simatupang merasa
kurang akrab dengan Pak Nur. “Saya tau Pak Nur, tapi kurang akrab. Habis dia
itu orangnya muncul tiba-tiba, hilang juga tiba-tiba,” jelas Ali.
Sependapat dengan Ali, Sahid yang merupakan supir angkutan
KWK S15 Cijantung – Pasar Minggu, juga mengungkapkan apresiasinya. “Biarin,
biar pejabat yang lewat pada baca. Tapi percuma juga sih, pejabat mana mau tahu
sama yang beginian,” jelas Sahid.
Sahid juga lebih senang dengan mural-mural yang bertebaran
di kolong jalan layang TB Simatupang ketimbang poster-poster kampanye menjelang
2014 yang bikin sampah.
Ditanya perihal program-program yang dilakukan Jokowi, Sahid
mengungkapkan bahwa dirinya masih percaya dengan Jokowi. “Jokowi itu masih
lurus, belum masuk lingkaran setan. Nanti kalau sudah masuk paling ya sama
saja,” tegas Sahid.
Begitu juga dengan Delon, seorang pedagang kue yang sering
mangkal di kolong jalan layang TB Simatupang, yang merasa aspirasinya
tersalurkan dengan mural Pak Nur.
Dalam mengerjakan proyeknya untuk Jakarta Biennale 2013, Pak
Nur nampaknya tak banyak melibatkan warga setempat. Namun yang menjadi penting
adalah ketika seniman itu sendiri merupakan warga biasa yang kesehariannya
diisi dengan memulung.
No comments:
Post a Comment