The Adams |
Langit
malam ke tujuh di tahun yang baru ini begitu cerah. Saya melihat ke arah Timur,
tempat di mana bulan tak bisa bersembunyi. Hanya ada satu bulan. Bukan dua
bulan seperti dalam novelnya Fuka-Eri, yang ditulis dengan bantuan Tengo, dalam 1Q84 milik Haruki Murakami.
Sudah
lama saya tak menyalakan komputer. Sore tadi, entah karena apa, saya menyalakannya.
Banyak file lawas tertumpuk Local Disk (C). Salah satu di antaranya, lagu-lagu
The Adams. Dari “Konservatif” sampai bonus-bonus lagunya yang saya unduh secara
ilegal. Peduli setan. Angin yang kencang seolah menyuruh saya untuk
mendengarkannya.
Sejak azan magrib selesai, saya terpaku di depan layar monitor yang berdebu. Lagu-lagu The
Adams terus melantun. Lagu-lagu yang mengingatkan saya pada film Janji Joni,
pada seragam sekolah yang mirip seragam supir taksi, pada tiga bulan di
Jatinangor. Lagu-lagu yang dahulu menjadi soundtrack masa transisi kemaluan
yang tadinya rapi, menjadi berbulu. Konservatif.
Dan aku kan berada di teras rumahmu/
Saat air engkau suguhkan/
dan kita bicara tentang apa saja//
Saya
begitu hafal The Adams, wabil khusus lagu “Waiting” yang selalu menemani
Backside Terror –baik di panggung atau di studio. Ah, Backside Terror! Band idola
SMK Desa Putera era 2007-2010. Tak pernah saya bayangkan pernah membuat band
yang menjadi idola pemuda-pemudi SMK –kalau tak mau disebut STM- Desa Putera.
Dus,
Backside Terror saat ini sedang dalam hiatus. Sejak berapa tahun lalu, saya
juga lupa. Yang pasti, semenjak itu pula saya jarang membawakan dan/atau
mendengarkan lagu-lagu The Adams. Cukup lama, sampai akhirnya malam ini tiba.
The
Adams adalah masa lalu, saat saya tak mengenal waktu. Bukan masa kini, di mana
saya mengenal waktu, namun diam-diam tak mau berteman dengannya. Ia harus ditinggalkan.
Ditaruh dalam folder-folder tak terjamah dengan balutan perangkat keras yang
berdebu. Suddenly everything has changed, kalau kata The Flaming Lips. Bukan The Adams, tapi waktunya.
Malam
ini terang bulan. Saya keluar sebentar untuk memandangnya. Ikan-ikan pasti sedang mencari makan, lamunan saya saat tersadar, pasti banyak yang lagi mancing di Setu
Babakan. Sayup-sayup, “Waiting” berganti “Halo Beni”
Bicara/
Tiada arah dan juga tujuan/
Apa saja muncul ke permukaan/
Semoga matahari terlamat datang/
Oh crazy.../
Oh Beni.../
Tiada arah dan juga tujuan/
Apa saja muncul ke permukaan/
Semoga matahari terlamat datang/
Oh crazy.../
Oh Beni.../
Oh
crazy.../
Haloooo..../
Beni-beni-beni-beni....//
No comments:
Post a Comment