Media adalah sebuah
saluran pesan, dalam bentuk berita, yang merefleksikan realitas. Sehingga merupakan
hal yang wajar bila kita dapat melihat dunia lewat media. Informasi berbentuk
berita yang disuguhkan oleh media, seakan telah memuaskan imaji kita tentang
dunia, tentang realitas.
Imaji yang terus
bertanya tentag dunia tentu memerlukan jawaban. Jika beberapa menjawabnya
dengan mitos, beberapa yang lain mencarinya lewat media, dan berita dianggap
sebagai representasi dari realitas. Mungkin pandangan positivis tersebut masih
menjamur di antara kita, sehingga setiap berita atau informasi yang masuk
selalu dianggap sebagai sebuah realitas.
Namun, media
hanyalah agen konstruksi dari realitas. Jadi, media yang kita baca, sadar atau
tidak sadar, akan mempengaruhi persepsi kita melihat realitas dan menciptakan
perspektif baru kepada khalayak tentang mitos dunia. Karena pada dasarnya,
berita tidak mungkin merupakan cerminan realitas, namun realitas tersebut dibentuk
oleh pemahaman dan konsep dari sebuah media akan fakta yang terjadi. Sehingga
realitas tersebut bersifat subjektif.
Media hanya
merupakan sebuah jendela untuk menggambarkan realitas yang kompleks ini. Seperti
umumnya sebuah jendela, selalu ada bingkai yang membatasinya. Melalui bingkai
tersebut, media membatasi mana yang harus dikonsumsi dan tidak oleh khalayak. Dan,
setiap media memiliki bingkai masing-masing dalam melihat dan mengkonstruksi
realitas.
Dalam buku yang
berjudul Communication as Culture: Essay
on Media and Society, James W. Carey mengatakan, “News is not information but drama. It does not describe the world but
portrays an arena of dramatic forces and action; it exist solely in historical
time; and it invite our participation on the basis of our assuming, often
vicariously, social roles within in.”
Dengan demikian,
seperti sewajarnya sebuah drama, selalu ada pahlawan dan pihak yang disalahkan.
Dan, media merupakan agen yang menciptakan persepsi tersebut dalam khalayak.
Realitas dikonstruksi sedemikian rupa sehingga kebenaran absolut adalah nihil.
Seagung apapun objektifitas
dijunjung oleh sebuah perusahaan media, selalu ada celah yang melibatkan
pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media masuk ke
dalamnya. Untuk pemilihan judul, lead,
body dan penempatan berita sekalipun,
selalu ada subjektivitas di dalamnya.
Seberapapun gencar
sebuah media dalam mengkonstruksi realitas, namun kenyataan sesungguhnya ada
dalam diri kita sendiri. Kenyataan ada dalam diri kita sendiri dan selalu ada
pembenaran –Eriyanto menyebutnya sebagai nalar awam- terhadap perilaku kita. Nalar
awam itulah yang membedakan pandangan kita terhadap realitas. Perbedaan tersebut
bukanlah sebuah kesalahan, namun dengan perbedaan itu masing-masing kita dapat
bercermin satu sama lain.
Yang pasti,
kenyataan bahwa lingkungan kita masih jauh dari kata “nyaman” tidak akan
berubah bila kita tidak bertindak.
gini gak Bay? http://serapah.tumblr.com/post/44032470793/i-dnot-konw-waht-is-rghit-aynmore
ReplyDeleteakun gua lupa password, sori jadi anonim.