“Apakah kamu pernah
bermimpi tentang mati? Mati tenang di padang rumput. Dimakan belalang dan
dihirup langit. Debu dari abu tanahmu menjadi satu dengan tanah. Apakah kamu
pernah merasakan mati? Aku sedang mengalaminya.”
Seperti itu monolog yang
dibawakan oleh Desi, seorang biasa yang meninggi derajatnya setelah dipaksa
oleh ibunya untuk menjadi simpanan seorang pengusaha kaya, James. Desi yang tidak
tahan hidup sebagai gundik akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan James dan
menikah dengan Sam, seorang lelaki yang telah memiliki istri.
Naas, Sam tak pernah
pernah mencintai Desi seutuhnya. Kehidupan Desi bersama Sam jauh lebih
mengenaskan daripada saat masih bersama James. Setiap pulang ke rumah ibunya,
wajah Desi selalu terlihat memar. Namun Desi tetap mengatakan seribu alasan
kepada ibunya untuk menutupi perlakuan kasar Sam. Karena Desi mecintai Sam,
dengan segala kekurangannya.
Sam yang memang tak
pernah mencintai Desi semakin menjadi-jadi. Ia hanya ingin mendapatkan harta
milik Desi, yang diwariskan dari James, mantan suaminya. Diam-diam, Sam bersama
istri pertamanya merencanakan sebuah pembunuhan untuk Desi. Sam rela menyewa
jasa seorang pembunuh bayaran dengan biaya mahal untuk menghabisi nyawa Desi.
Ketika Sam dan Desi
sedang berjalan bersama di pasar malam, suasana tiba-tiba menjadi kacau, dan
Desi pun terpisah dari Sam. Desi yang sedang sendirian dan kebingungan terus
berteriak saat pembunuh itu datang. Tiba saatnya untuk pembunuh bayaran itu
malaksanakan tugasnya. Ia membunuh Desi dengan sebuah pusau panjang yang
dicabut dari sela pinggangnya. Dalam kematiannya itu, arwah Desi bermonolog ria
tentang kehidupan, yang tak pernah mendapatkan cinta dan kebahagiaan, dan
tentang kematian. Dan, sebagai perempuan yang menjadi korban, Desi dan Nyai
Dasima senang untuk menyambut kematian, karena menurutnya mati itu lebih
menyenangkan daripada hidup dengan keadaan tak memiliki hati nurani.
Menurut Ari “Harjay”
Wibowo, sutradara pementasan Teater Pagupon yang berjudul Mati Suri di Jakarta,
kisah ini merupakan reailta yang terjadi saat ini, khususnya di Jakarta, di
mana hati nurani telah mati. Serorang suami yang tega menyuruh pembunuh bayaran
untuk “membunuh” istrinya sendiri untuk mendapatkan harta kekayaan, merupakan
hal yang biasa terjadi di Jakarta.
Lakon Mati Suri di
Jakarta merupakan adaptasi dari karya sastra karangan G Francis, Nyai Dasima, yang menceritakan tentang
seorang gadis desa yang dipaksa oleh orang tuanya untuk menjadi gundik seorang
pria berkebangsaan Inggris. Hal itu dilakukan oleh orang tua Nyai Dasima untuk
meningkatkan derajat keluarganya. Pementasan Mati Suri di Jakarta merupakan
sindiran-sindiran terhadap keadaan yang memaksa untuk mematikan hati nurani
masyarakat.
Sebagai sutradara,
Harjay hanya berharap agar penonton dapat terhibur oleh pemantasan Mati Suri di
Jakarta. Karena menurutnya, teater itu haruslah merupakan hiburan. Perihal ada
pesan yang ingin disampaikan oleh pementasan tersebut, itu diserahkan kembali
kepada masing-masing penonton untuk bebas menginterpretasikannya.
No comments:
Post a Comment