Mungkin kita sudah tahu apa yang dimaksud dengan musik indie. Indie bukanlah sebuah genre musik, indie adalah sebuah scene musik yang di dalamnya terdapat jenis musik yang beragam. Mungkin kita sudah mengetahui musik-musik di scene indie seperti White Shoes & The Couples Company, Mocca, Efek Rumah Kaca, The S.I.G.I.T, Sore, The Safari, Dagger Stab, Pure Saturday, Goodnight Electric dan masih banyak lagi band dan musisi yang menyuarakan kejujuran dalam bermusik. Meraka menciptakan pasar sendiri yang bertolak belakang dengan “mainstream”. Di scene musik indie genre-genrenya sangat beragam mulai dari pop yang manis, jazz yang individual, rock n’ roll yang ugal-ugalan, punk yang anti publikasi, sampai metal yang terdengar sangat bising.
Keberadaan Rock and Roll di scene musik indie cukup dapat diterima oleh orang-orang yang kupingnya sudah bosan mendengar rengekan dari musik-musik industri. Kita sebut saja The Brandals, band rock n’ roll asal ibukota yang ugal-ugalan. The S.I.G.I.T, yang mungkin tak se ugal-ugalan band-band rock n’ roll yang lainnya tetapi memiliki prestasi yang dapat di pehitungkan. Teenege Death Star, band yang di punggawai oleh manusia-manusia yang sangat berperan di scene indie kota kembang yang seperti “hidup segan mati pun tak mau.”
Band-band tersebut adalah band-band yang sudah memiliki nama di scene indie. Memang untuk menjadi band/musisi ternama di scene indie itu memerlukan perjuangan yang sangat berat. Band/musisi yang memilih indie sebagai scene-nya harus memiliki attitude.
Sebenarnya saya juga kurang paham tentang sejarah rock n’ roll di scene indie, maka dari itu kita ganti topik aja jadi “Rock and Roll Semau Gw” haha! Kalau setahu saya tentang rock n’ roll itu selalu benar. Menurut artikel yang pernah terbaca oleh sang penulis, ada sebuah kata “rock n’ roll tak pernah salah.” Memang istilah ekstrim itu tidak salah. Kita lihat saja “Teenage Death Star,” band yang mempunyai slogan “Skill Is Dead” itu bukanlah band biasa. Sat NB “bassist” yang juga merupakan vokalis dari Pure Saturday itu pernah bermain dengan volume ampli-nya yang sangat kecil karena ia belum bisa bermain bass. Dan kalau melihat aksi panggungnya TDS pasti ada saja kejadian lupa lirik atau lupa kunci. Tapi secara musikalitas Teenage Death Star lebih baik dari The Changcuter. Aksi panggung yang tanpa persiapan seperti itu memang sudah menjadi bagian dari TDS. Walaupun usia para personelnya sudah tak remaja lagi, namun mereka tetap energic dan ugal-ugalan melebihi anak-anak muda yang merasa paling tahu tentang rock n’ roll, yang hanya bermodalkan celana jeans ketat dan baju Ramones-Rolling Stones-Sex Pistols AC/DC, padahal belum pernah mendengar musik rock n’ roll itu sendiri. Ke-ugal-ugalan di atas panggung itulah yang menjadi ciri khas sekaligus daya tarik TDS bagi anak muda untuk meneriakan kata “Skill Is Dead.”
Mungkin dari masalah di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sampai saa ini istilah “rock n’ roll tak pernah salah” itu masih dihargai.
No comments:
Post a Comment