Blog pribadi yang berisi ide-ide subyektif di sana-sini, tergantung jari yang terus menari. Boleh komentar, namun biasakan baca sampai selesai. Boleh diambil, asal kuat iman. Ini bukan dalil, tak perlu dianggap serius. Kalau terlanjur serius, apa boleh buat.
30 July 2012
19 July 2012
Ilusi
Hidupku, kuserahkan padamu..
Pada alam yang terus berevolusi
Pada burung yang berkembang biak di sarangnya..
Di atas pohon yang perlahan berubah menjadi bangunan
Hidupku untuk sebuah kepalsuan
Kepalsuan yang terasa nyata
Nyata yang berbuah imaji
Yang menjadi tujuan..
Ilusi!
Angin membawa jatuh daun yang berguguran
Matahari tak mampu untuk melawan kuasa
Dan.. manusia pun hanya berjalan mengikuti aliran sungai..
Sungai yang semakin keruh..
Semakin menjijikan untuk menjadi panutan
Burung itu keluar dari sebuah tembok..
Tembok yang bersinar, yang menghancurkan harapan
Palsu!
Hidup ini adalah kepalsuan para manusia..
Manusia yang maha tahu..
Yang maha esa..
Sesuatu yang indah hanya dalam kata-kata
Tak pernah datang untuk menjawab keresahan
Diam, menerima pesan, lantas tak memberi penjelasan
Dimanakah kebenaran absolut?
Dimana?
Kapan engkau datang menjemput tubuhmu yang mulai menua?
Sampai kapan?
Sampai kapan kebenaran akan datang?
Manusia-manusia putus asa semakin merajalela
Diam tanpa kata..
Aku adalah ilusi..
Hanya sebuah imaji bintik kehidupan yang tak jadi
Sebuah mimpi untuk menjadi materi
Namun, pada akhirnya..
Aku tetap hanyalah ilusi..
Carian nafsu dalam onani
Jakarta, 19 Juli 2012
18 July 2012
Mencari Oase Di Padang Gersang
Rakyat Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan yang berkepanjangan. Krisis kepercayaan ini tidak datang secara tiba-tiba. Ini adalah akibat kepercayaan yang diberikan oleh rakyak tidak digunakan dengan baik. Sejak reformasi terjadi pada tahun 1998 seluruh aktivitas politik dapat dilakukan secara bebas dan terbuka. Namun, kebebasan telah membuat kita semakin tidak terarah seperti kehilangan pegangan.
Saat ini bangsa kita tidak memiliki sosok peminpin yang dapat dijadikan teladan oleh rakyatnya. Mereka hanya bisa menghamburkan uang tanpa memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Sementara, rakyat Indonesia semakin apatis bila berbicara tentang nasionalisme. Sikap ini disebabkan oleh para elite politik yang hanya mengandalkan slogan-slogan omong kosong, namun tidak pernah bergerak secara nyata.
Seperti contohnya salah satu calon gubernur (cagub) Jakarta, yang sedang melakukan kampanye pemilukada, memiliki slogan yang berbunyi ‘Ayo Beresin Jakarta’ namun pada kenyataannya pamflet dan poster wajah mereka banyak yang merusak estetika ruang publik kota Jakarta secara vandal. Kampanye para cagub yang ingin memimpin Jakarta dengan cara-cara yang merusak, apakah pantas mengajukan diri sebagai pemimpin?
Bila dilihat dari efisiensi biaya, jelas dana kampanye adalah hal yang sangat tidak penting. Sikap seperti itu hanya dilakukan oleh manusia-manusia hedon yang bisanya hanya menghambur-hamburkan uang tanpa ada sesuatu yang berguna. Berapa banyak uang yang dihabiskan untuk membuat poster-poster dan kaos-kaos bertuliskan slogan-slogan omong kosong para cagub? Bayangkan bila uang tersebut dialihkan untuk keperluan masyarakat tidak mampu, mungkin beberapa dari mereka bisa tertolong.
Rakyat sudah muak dengan kata-kata indah para elite politik yang semakin lama bagaikan seorang penyair –mungkin jauh lebih mulia seorang penyair karena mereka merangkai kata-kata dengan kejujuran- namun hanya manis saat kampanye berlangsung. Rakyat perlu sosok yang dapat menjadi penyalur aspirasinya, sosok yang kehadirannya bagaikan oase di tengah padang gersang. Sosok pemimpin yang tegas, adil dan berbudaya sepertinya sudah cukup untuk membangun bangsa Indonesia yang semakin lama semakin kehilangan jati dirinya sendiri. Namun, di saat seperti ini kita, sebagai bagiain dari rakyat Indonesia, tidak bisa berdiam diri menunggu kedatangan sosok yang diimpikan tersebut. Akan lebuh baik bila kita dapat menjadi teladan bagi diri kita sendiri dan juga bagi lingkungan sehingga tercipta masyarakat yang memiliki rasa bangga akan Indonesia.
13 July 2012
02 July 2012
Bumi Semakin Rusak
Bumi semakin rusak. Itu adalah kalimat yang menggambarkan keadan saat ini. Asap-asap industrialisasi membuat lapisan ozon semakin lama semakin terkikis. Hutan, sebagian besar telah menjadi perkebunan yang lebih menjanjikan uang, sisanya hilang menjadi lembaran kertas yang jumlahnya tak terbatas. Sungai mengecil menjelma menjadi pemukiman kumuh.
Saat ini manusia tidak lagi membangun sisbiosis mutualisme dengan alam. Para pemilik modal yang serakah menghabisi hutan demi keberlangsungan hidup sebuah perusahaan. Akibatnya, para penduduk hutan, seperti harimau, gajah, dan lain sebagainya, memasuki dan menyerang pemukiman warga untuk meminta pertanggung-jawaban. Hukum alam menjadi salah sasaran. Penduduk lokal tidak hanya tersiksa melihat alam sekitarnya dirusak oleh para penguasa, melainkan mereka pun ketadangan hewan-hewan yang murka karena habitatnya dirusak. Alam terus dieksploitasi, sementara para penguasa menikmati hasilnya sendiri. Hutan yang rusak sudah tidak lagi dapat menampung air, sehingga muncul genangan-genangan menyerupai banjir di hampir setiap jalan, di berbagai kota besar.
Para pemimpin dunia telah bertemu di Rio de Janeiro, Brazil, untuk mengadakan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Para pemimpin dunia mengajak kita untuk bergerak dari ekonomi yang serakah ke ekonomi hijau. Mereka tanpa henti menyuarakan pembangunan yang hijau demi masa depan yang lebih naik. Namun sayang, kepercayaan masyarakat sedang mengalami krisis, sehingga pertemuan ini dilihat dengan sikap skeptis dan apatis oleh banyak pihak.
Bagaimanapun, upaya pertemuan para pemimpin dunia in harus diapresiasi sebagai langkah awal mewujudkan ekonomi yang hijau, yang tidak merusak alam. Masyarakat luas juga harus mendukung dan berupaya untuk melestarikan kegiatan tersebut, karena rencana sebaik apapun tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan dari masyarakat luas.
Setiap masyarakat memiliki peran untuk menjaga dan melestarikan lingkunagn. Alasan, yang paling sederhana, masyarakat memiliki kewajiban untuk melestarikan lingkungan adalah agar anak-cucu kita dapat merasakan alam yang saat ini kita rasakan, atau mungkin alam yang lebih baik lagi. Betapa egoisnya, bila kita hanya menguntungkan diri sendiri tanpa menyisakan hal yang berguna bagi generasi penerus kita.
Bumi masih bisa diselamatkan. Tentu. Oleh karena itu, marilah kita membuat perubahan pada pola tingkah laku dalam diri sendiri. Perbuatan sekecil apapun dalam upaya melestarikan lingkungan tentu akan membawa efek yang positif bagi masyarakat banyak. Apa masih perlu menunggu korban lebih banyak lagi?
Fiksi-Fiksi (Mini) untuk Seorang Wanita
Sunarti | Tiba-tiba aku terbayang senyum manis Sunarti dengan kecilnya lesum yang hinggap di pipi. Mengapa harus pakai She kalau Su lebih manis?
Perkenalan Singkat | Aku berpapasan, melihat raut wajahnya yang merah dengan senyum terpaksa menyebrangi orang tua.
Bosan | Aku bosan menulis, tapi tak terasa kata-kata sudah berbentuk suara. Satu lagi alasannya, sentuhan virtual seperti memaksa untuk berkarya.
Senja Tanpa Jazz | Senja hari ini tidak keemasan, tidak pula seseorang mengajak nonton musik jazz. Sengaja kusiram membangunkannya, ternyata kertas itu basah.
Pagi yang Esa | Embun hinggap di daun yang hijau. Seorang anak gadis berjalan di rerumputan basah. Ia menghirup udara di sekelilingnya yang terasa padat. "Bau ini mengingatkanku pada seseorang," bisiknya dalam hati. Di beranda rumah, foto keluarganya yang terpajang rapi tiba-tiba jatuh pecah berantakan. Ayah dari gadis itu menangis melihat anaknya bermain sendiri di pagi hari. Ayah teringat pada istrinya yang sudah enam bulan menghilang tak menemani anak gadis bermain di rerumputan. Siang hari, seorang datang membawa pesan jauh dari negeri seberang. "Istri Anda sudah tiada. Ia disiksa majikannya di Arabia," perlahan seorang itu bicara menatap mata sang ayah. Ayah hanya diam menyimpan kepedihan melihat wajah anaknya yang semakin lama semakin mirip ibunya. Saat ini pagi tidak lagi gembira. Tidak lagi ada tawa. Hanya bau embun yang mampu mengingatkan gedis kecil itu akan kehadiran ibunya. "Ini seperti wangi ibu," bisik gadis kecil itu pelan, perlahan air mata keluar dari pipinya.
Diam | Suara-suara daun yang berguguran terasa ramai sekali di telinga. Seorang lelaki setengah baya sedang menanti kematiannya di ujung sungai yang sepi.
Monolog Sabtu Malam | Aku kehabisan kata-kata manis yang lebih manis dari cokelat, lebih berwarna dari bunga, lebih agung dari wanita. Memang ada?
Ternyata Masih ada Suara | Dalam petang, yang perlahan menjadi malam, terlihat seekor keledai yang menunggu majikannya datang. Sepi terdengar ramai di dalam naungan bising terlinga. Semak bergetar, terlihat sesosok wanita muda berlari seperti ketakutan. Lama berselang setelah sang wanita menghilang tertelan malam, tapi suara yang dinantikan tak kunjung datang.
Perkenalan Singkat | Aku berpapasan, melihat raut wajahnya yang merah dengan senyum terpaksa menyebrangi orang tua.
Bosan | Aku bosan menulis, tapi tak terasa kata-kata sudah berbentuk suara. Satu lagi alasannya, sentuhan virtual seperti memaksa untuk berkarya.
Senja Tanpa Jazz | Senja hari ini tidak keemasan, tidak pula seseorang mengajak nonton musik jazz. Sengaja kusiram membangunkannya, ternyata kertas itu basah.
Pagi yang Esa | Embun hinggap di daun yang hijau. Seorang anak gadis berjalan di rerumputan basah. Ia menghirup udara di sekelilingnya yang terasa padat. "Bau ini mengingatkanku pada seseorang," bisiknya dalam hati. Di beranda rumah, foto keluarganya yang terpajang rapi tiba-tiba jatuh pecah berantakan. Ayah dari gadis itu menangis melihat anaknya bermain sendiri di pagi hari. Ayah teringat pada istrinya yang sudah enam bulan menghilang tak menemani anak gadis bermain di rerumputan. Siang hari, seorang datang membawa pesan jauh dari negeri seberang. "Istri Anda sudah tiada. Ia disiksa majikannya di Arabia," perlahan seorang itu bicara menatap mata sang ayah. Ayah hanya diam menyimpan kepedihan melihat wajah anaknya yang semakin lama semakin mirip ibunya. Saat ini pagi tidak lagi gembira. Tidak lagi ada tawa. Hanya bau embun yang mampu mengingatkan gedis kecil itu akan kehadiran ibunya. "Ini seperti wangi ibu," bisik gadis kecil itu pelan, perlahan air mata keluar dari pipinya.
Diam | Suara-suara daun yang berguguran terasa ramai sekali di telinga. Seorang lelaki setengah baya sedang menanti kematiannya di ujung sungai yang sepi.
Monolog Sabtu Malam | Aku kehabisan kata-kata manis yang lebih manis dari cokelat, lebih berwarna dari bunga, lebih agung dari wanita. Memang ada?
Ternyata Masih ada Suara | Dalam petang, yang perlahan menjadi malam, terlihat seekor keledai yang menunggu majikannya datang. Sepi terdengar ramai di dalam naungan bising terlinga. Semak bergetar, terlihat sesosok wanita muda berlari seperti ketakutan. Lama berselang setelah sang wanita menghilang tertelan malam, tapi suara yang dinantikan tak kunjung datang.
Opini Mahasiswa Mengenai Pancasila
“Menurut gue Pancasila itu adalah filosofi bagikehidupan bangsa, negara, peraturan, dan segala perilaku rakyatnya. karena disini, pancasila menjamin tentang keadilan bagi seluruh warga negaranya sebagaimana tertera dalam sila ke-5. sehingga pancasila harus dipertahankan untuk menjadikan Indonesia ini bangsa yang utuh dan makmur,” Floria Zulvi, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Rangkuman berbagai ideologi yang seharusnya dijalani oleh bangsa Indonesia supaya hidupnya aman, tentram, dan bahagia,” Sherly Peniman, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Pancasila itu asas negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah terkandung sebelumnya. Bisa ditinjau dari sila satu sampai lima, yang isinya sudah jelas terlaksana sebelum Pancasila sendiri dibentuk dan disahkan oleh BPUPKI. Banyak warga berpendapat bahwasannya pancasila itu adalah ideologi bangsa Indonesia. Pancasila itu bukanlah ideologi melainkan nilai-nilai yang sudah terkandung dan tadi gue jabarkan. Memang sangatlah berkaitan antara ideologi dan pancasila itu sendiri. Karena ideologi merupakan olahan dan hasil pemikiran dari manusia. Sedangkan pancasila itu bukanlah saja olahan dan hasil pemikiran manusia. Dan pancasila sekarang sebenarnya sudah kurang tercermin di masyarakat pada umumnya karena di dalam sila-sila yang tersusun kurang begitu dipahami oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Indonesia zaman dahulu menganut paham pancasilais. Indonesia sekarang menganut paham pluralisme. Bisa dibuktikan dari sila satu,” Khalied Malvino, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Opini gue Pancasila ya lambang ideologi tentang kemerdekaan Indonesia dan dibuatlah Pancasila agar rakyat Indonesia mengenang para pahlawan Indonesia yang berjuang memperebutkan kemerdekaan dari bangsa penjajah,” Djodi Setiawan, Hubungan Masyarakat 2011, IISIP Jakarta
“Pancasila adalah salah satu dasar negara untuk mencapai kemakmuran bagi penduduk Indonesia maupun bangsa lain agar tidak ada lagi perpecahan atau perselisihan,” Andri Pirdaus, Manajemen Komunikasi 2011, IISIP Jakarta
“Pancasila adalah dasar negara atau ideologi yang bertujuan sebagai pandanagan setiap bangsa Indonesia Dan pemersatu bangsa dan negara Indonesia,” Angga Prasetyo, Hubungan Masyarakat 2011, IISIP Jakarta
“Pancasila merupakan ideologi suatu negara khususnya Indonesia. Pancasila sebagai ideologi dijadikan sebagai dasar bagi seluruh warga negara Indonesia. Jadi, diharapkan pada kenyataannya Pancasila itu bisa dterapkan secara benar dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” Santi Putri Fitriyani, Teknik Arsitektur dan Perencanaan 2010, UGM
“Pancasila adalah landasan negara, sama seperti Al-Quran, yang dapat mendaji panduan,” Nursalim, Broadcast 2010, BSI
“Pancasila itu landasan dasar dari negara Indonesia. Pancasila sebagai pedoman dan sifatnya sangat mendasar (fundamental),” Nanda Dwi Rusmiyanti, 2010-Administrasi Bisnis, UI
“Pancasila adalah prinsip yang dibuat orang-orang ajaib, untuk menciptakan hal ajaib, dan sedang mengalami pendinginan di Republik yang semakin membuktikan bahwa itu hanya untuk Republik mimpi!” Alika Khanza, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Menurut gue Pancasila itu corak khas/kepribadian kita. Ia adalah sesuatu yang merangkul semua kebudayaan yang ada,” Senja Ayudia, Manajemen Komunikasi 2010, IISIP Jakarta
“Pancasila adalah dasar dasar negara, landasan/hukum yang digunakan sebagan acuan dari keseluruan hukum yang berlaku di Indonesia,” Muhammad Irsyad, Teknik Grafika dan Penerbitan 2010, Politeknik Negeri Jakarta
“Pancasila itu ya menurut gua dasar negara Indonesia,” Bathara Anwar, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Pancasila? Ya.. Falsafah hidup warga negara Indonesia,” Mutiara Safitri, Multimedia 2011, Politeknik Media Kreatif
“Pancasila adalah dasar negara republik Indonesia dan juga sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara baik dalam membangun dan mengembangkan bangsa dalam pergaulan internasional. Tapi kini seiriing berjalannya waktu, nilai Pancasila mulai pudar terbawa arus perubahan dan globalisasi di mana dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sudah tidak atau kurang berlandandaskan Pancasila,” Amarilis Nurdita Pawestri, Gizi 2010, Uhamka
“Sebuah ideologi pastinya, hahaha.. Pancasila adalah ideologi bangsa indonesia, yang mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia,” Indah Lestari, DKV 2011, Unindra
“Seharusnya sih Pancasila itu dasar negara yang berarti Indonesia harus berdiri di atas dasar dasar tersebut. Namun pada kenyataannya banyak yang disalah gunakan, bahkan juga banyak yang dilupakan, sekarang Pancasila hanya sebagai formalitas dasar negara, sekarang hanya beberapa orang yang benar benar mengerti makna dari pancasila tersebut,” Dyah Kusuma, Teknik Grafika dan Penerbitan 2011, Politeknik Negeri Jakarta
“Menurut gue di jaman yang sekarang Pancasila cuma pajangan yang ada di depan kelas gak ada gunanya sama sekali. Sekarang udah pada lupa tentang apa sebenernya itu pancasila dan fungsinya yg sebenernya,” Ayu Rizky, Teknik Gigi 2010, Politeknik Negeri Kesehatan
“Pancasila adalah ideologi yang hanya dimiliki bangsa Indonesia, sesuatu yang amat berharga karena tak dimiliki negara lain. Seharusnya kita bangga dengan itu,namun generasi muda sekarang sudah banyak yang tak peduli,” Heri Susanto, Jurnalistik 2011, IISIP Jakarta
“Ideologi bangsa, Pancasila, udah jarang berkumandang jadi sebagian masyarakat udah lupa sama lima dasar ideologi negara itu,” Dwinita Puspitasari, Teknologi Informatika 2010, Universitas Gunadarma
“Pancasila kan dasar negara, dasar hukum, cerminan bangsa, sama falsafah masyarakat Indonesia, ya harusnya dijaga terus. Ya, bener-bener dimaknai artinya, gak cuma heboh digembor-gemborin pas hari lahirnya pancaila,” Dewi Susanti, Teknik Telekomunikasi 2010, Politeknik Negeri Jakarta
“Sebenernya ideologi Pancasila tuh terlalu idealis, kurang cocok buat diaplikasikan pada masyarakat Indonesia, contohnya aja sila pertama. Kalo kata gue sih, seharusnya bukan ketuhanan yang maha esa, tapi kebebasan berkeyakinan dan beragama. Gak semua masyarakat Indonesia tau kan tentang bahasa sanskerta, mereka taunya esa itu satu. Jad lebih baik pake bahasa yang umum aja biar semua masyarakat bisa nyerna,” Khaulah Fauzia Hasan, Psikologi 2011, Universutas Gunadarma
“Pancasila itu dasar negara yang dijadiin landasan negara itu berdiri. Pancasila juga dijadiin pencerminan sebuah bangsa bangsa, Indonnesia maksudnya! Tapi, kayaknya Pancasila cuma dijadiin pajangan doang sama ini negara. Yaa, menurut gw ya.. abis udah banyak yang kagak dilaksanin keyak sila ke-4, yang didengerin cuma pendapat orang berduit aja kan? Yaa.. istilahnya gak dijalanin,” Yvonne Marchelyn Yulius, Pendidikan Matematika 2010, Universitas Islam Riau
“Menurut gue sih Pancasila harus lebih diperjelas lagi. Kayak sila pertama, ketuhanan yang maha esa, itu gak jelas maksudnya. mungkin kalo yang makan sekolah sih kenal, tapi kalo yang gak sekolah, ya.. gak ngerti dia,” Sunarti, Keperawatan 2010, Akademi Keperawatan Pasar Rebo
Subscribe to:
Posts (Atom)