Permainan anak-anak tradisional dari masa ke masa selalu berubah sejalan dengan perkembangan zamannya. Dahulu, republik ini sangat kaya akan permainan anak-anak. Setiap daerah memiliki ciri khas permainannya sendiri-sendiri. Namun, saat ini keberadaannya sudah sangat jarang ditemukan. Pengaruh modernisme telah membuat segala hal yang berbau tradisional terkesan kuno, sehingga masyarakat tidak memiliki minat lagi, dan akhirnya ditinggalkan oleh bangsanya sendiri. Sungguh sangat memprihatinkan, padalah itu merupakan warisan kebudayaan yang harus kita lestarikan.
Dalam rangka melestarikan permainan anak tradisional yang saat ini semakin terkikis, Bentara Budaya Yogyakarta mengadakan Pameran Ilustrasi Tembang Dolanan Anak Jawa di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, 30 Mei – 3 Juni 2012. Acara itu memamerkan lukisan dan buku ilustrasi tembang dolanan karya seorang seniman dari Bentara Budaya Yogyakarta bernama Hermanu. Bentara Budaya Yogyakarta juga mengumpulkan data-data tentang permainan anak yang berupa ilustrasi dan teks tembang dolanan anak dari berbagai sumber, lalu lalu menyusunnya dalam sebuah buku sebagai kelengkapan pameran.
Ilir-ilir dipilih sebagai judul pameran, karena tembang ini sangat unik dibandingkan dengan tembang yang lain. Di antara sekian banyak tembang dolanan anak, ilir-ilir mudah dinyanyikan, sudah memasyarakat, namun juga mempunyai makna yang sangat dalam pada dunia spiritual. Selain itu, tembang ini juga dinyanyikan untuk permainan anak-anak yang berbau magis seperti Sintren, Nini Thowok, dan Lahis yang saat ini sudah langka, bahkan hampir tak ada yang memainkannya lagi.
Nilai budaya di sekitar kesosialan dan kebersamaan yang terdapat pada permainan tradisional nampaknya tidak ada dalam games yang dimainkan anak-anak sekarang. Permainan tradisional selalu terjadi dalam kebarsamaan. Anak-anak saling berinteraksi satu sama lain. Namun, games pada saat sekarang ini cenderung dapat dimainkan secara idividual. Hal itu tentu saja akan ikut membentuk kultu,r yang kemudian membuat manusia menjadi individualis bahkan terkesan egois dan sinis terhadap kesosialan serta kebersamaan.
Saat ini sulit bagi kita menghayati llagi diri kita sebagai homo ludens (makhluk bermain) yang khas bagi kebudayaan kita. Kita terlalu sibuk untuk menjadi homo economicus (manusia ekonomi) yang selalu mendewakan harta atau keuntungan semata. Mungkin di sinilah letak jawaban, mengapa di zaman global ini kita merasa kehilangan identitas kita sendiri. Pameran Ilustrasi Tembang Dolanan bukan sekedar noltalgia dengan masa lampau. Lebih dari itu, pameran ini mengajak kita untuk kembali melestarikan permainan yang khas kebudayaan kita.
No comments:
Post a Comment