Jutaan kendaraan bermotor berseliweran di jalan-jalan
Jakarta. Jutaan orang pula menggantungkan hidupnya pada industri, di mana
mereka melebur menjadi alat produksi. Masyarakat kelas pekerja tak peduli lagi
dengan proses kreatif. Semua yang dilakukannya adalah kebiasaan, yang terus
diulang-ulang sehingga mereka menjadi alat, bukan lagi manusia sutuhnya.
Manusia-manusia Indonesia dibentuk menjadi robot, yang hanya
tahu produksi dan terima gaji. Delapan jam sehari, enam hari seminggu,
bertahun-tahun, hingga akhirnya lupa bahwa manusia diberi akal untuk mencipta,
bukan menjadi mesin produksi.
Perlu diketahui sebelumnya, banyak karya Indonesia yang diapresiasi
oleh dunia Barat. Dalam pagelaran festival film internasional Berlin 2013, dua
film Indonesia ikut terpilih dalam nominasinya. Tak berhenti sampai di film,
Pada tahun 2013 pula, salah satu teater kampus dari Indonesia menjadi juara
umum di festival teater internasional, Maroko. Di bidang musik, tak terhitung
berapa banyak musisi Indonesia yang pulang pergi menggelar konser di luar
negeri.
Hal tersebut sudah cukup menjadi bukti bahwa daya cipta
masyarakat kita memiliki potensi untuk membangun ekonomi. Namun, kurangnya dukungan
pemerintah, membuat potensi-potensi liar tersebut hanya menjadi sebatas wacana.
Dukungan dari pihak pemerintah pun tak bisa selalu
diharapkan. Pemerintah lebih terlalu fokus kepada bidang pariwisata bila
berbicara tentang ekonomi kreatif, dan alpa bila menggembar-gemborkan objek
pariwisata, hal tersebut justru bisa menjadi bumerang. Pasalnya, jika memakai
logika sederhana, semakin banyak wisatawan yang berdatangan, semakin cepat
rusak pula alam yang kita miliki, terlebih yang bersifat dilingdungi, komodo
misalnya.
Teringat perkataan teman saya, bahwa setiap travel agent telah memasukkan tiket Broadway
dalam perjalanan yang membawa turis beerkunjung ke Amerika. Dengan dukungan
tersebut, industri teater di Amerika bisa menghidupi para pemainnya. Tak
seperti di sini, yang bahkan Teater Koma pun, yang notabennya adalah teater
paling populer di Indonesia, para pemainnya harus latihan setelah pulang kerja.
Ironis.
*Naskah ini terbit untuk Koran Sindo.
No comments:
Post a Comment