Foto: Akumassa.org
Sabtu sore, di depan kampus kecil yang melulu memasang banner Andy F. Noya, terlihat tak mau kalah spanduk habib terbentang begitu lebarnya. Saya lupa nama habibnya. Isinya ajakan untuk datang ke majelisnya.
Andai habib memakai android dan menginstal aplikasi Line, pasti ia tak perlu repot-repot mengeluarkan biaya Rp 30 ribu per meter untuk mencetak spanduk, banner, apalah namanya. Karena sia-sia. Setidaknya bagi saya.
Andai juga ia berpikir pragmatis seperti kampus di seberang jalan spanduknya dipasang, ia tak terlalu rugi. Prinsipnya sederhana, cetak satu, gunakan selama mungkin.
Syahdan, habib tetap berdakwah. Pun saya menulis ini tanda tak suka caranya berdakwah. Karena bukan habib yang mencetak poster, menutup jalan, dan berjualan di trotoar. Habib tak tahu urusan sepele itu. Tugas habib lebih dari itu.
Propagandis, kalau dilihat dari ilmu propaganda. Seperti Sacra Congretario de Propaganda Fide, majelis propaganda yang mengontrol misionaris Katolik pada abad XVII.
Propaganda masih ada. Ginting, dosen mata kuliah Propaganda dan Psywar di kampus saya, bilang, propaganda tidak selamanya buruk. Karena ia adalah ilmu, dan dasar ilmu pastilah baik. Propaganda yang baik adalah propaganda yang tak terendus bahwa itu buruk.
Dakwah adalah salah satunya.
|
Blog pribadi yang berisi ide-ide subyektif di sana-sini, tergantung jari yang terus menari. Boleh komentar, namun biasakan baca sampai selesai. Boleh diambil, asal kuat iman. Ini bukan dalil, tak perlu dianggap serius. Kalau terlanjur serius, apa boleh buat.
16 March 2015
Dakwah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment