Dar der dor suara senapan/ Sugali anggap petasan// Tiada rasa ketakutan/ Punya ilmu kebal senapan/ Semakin keranjingan//
Begitulah petikan lirik lagu ciptaan Iwan Fals yang sempat menggegerkan rezim yang berkuasa saat itu.
Sugali merupakan representasi dari Gali (Gabungan Anak Liar), yang merupakan nama lain dari preman, target para petrus (penembak misterius). Petrus adalah alat yang dikerahkan oleh rezim Orde baru untuk memberikan shock therapy kepada para preman yang kehadirannya semakin meresahkan keamanan kota. Banyak mayat-mayat bertato bergelimpangan, yang diduga para preman semasa hidupnya.
Masyarakat seperti diteror lewat adegan-adegan absurd, yang sebelumnya hanya muncul di film. Namun, yang dapat kita ulas dalam lirik Iwan Fals, Sugali digambarkan tenang. Padahal, media massa ramai membicarakan tentang Sugali yang menjadi incaran para petrus. Shock therapy ini tak banyak memberi efek pada para gali, yang ada hanyalah masyarakat yang semakin takut untuk berbicara. Masyarakat semakin dibungkam melalui teror yang dilancarkan oleh kekuasaan.
Mari kita tarik relevansinya dengan kasus penembakan polisi yang sedang ramai terjadi. Bapak polisi yang baik hati mungkin tak terlalu peduli dengan berita yang sedang terjadi. Ini hanya membuat masyarakat panik menjelang Pemilu 2014. Kepanikan ini membuat masyarakat takut untuk bertindak. Teror-teror semacam ini bukanlah hal yang baru bagi negara ini. Teror seperti ini sudah menjadi tradisi sebelum negara ini melakukan hajatan besar. Teror tersebut haruslah berlumuran darah. Layaknya sebuah hajatan, pasti memerlukan biaya besar.
Karena negara kita sudah lama tak punya uang, teror adalah harga yang harus dibayar bagi negara kita yang tercinta ini untuk melakukan hajatan. Mari berjalan dengan kejujuran tanpa harus menekuk lengan, menyikut lawan.
Sugali merupakan representasi dari Gali (Gabungan Anak Liar), yang merupakan nama lain dari preman, target para petrus (penembak misterius). Petrus adalah alat yang dikerahkan oleh rezim Orde baru untuk memberikan shock therapy kepada para preman yang kehadirannya semakin meresahkan keamanan kota. Banyak mayat-mayat bertato bergelimpangan, yang diduga para preman semasa hidupnya.
Masyarakat seperti diteror lewat adegan-adegan absurd, yang sebelumnya hanya muncul di film. Namun, yang dapat kita ulas dalam lirik Iwan Fals, Sugali digambarkan tenang. Padahal, media massa ramai membicarakan tentang Sugali yang menjadi incaran para petrus. Shock therapy ini tak banyak memberi efek pada para gali, yang ada hanyalah masyarakat yang semakin takut untuk berbicara. Masyarakat semakin dibungkam melalui teror yang dilancarkan oleh kekuasaan.
Mari kita tarik relevansinya dengan kasus penembakan polisi yang sedang ramai terjadi. Bapak polisi yang baik hati mungkin tak terlalu peduli dengan berita yang sedang terjadi. Ini hanya membuat masyarakat panik menjelang Pemilu 2014. Kepanikan ini membuat masyarakat takut untuk bertindak. Teror-teror semacam ini bukanlah hal yang baru bagi negara ini. Teror seperti ini sudah menjadi tradisi sebelum negara ini melakukan hajatan besar. Teror tersebut haruslah berlumuran darah. Layaknya sebuah hajatan, pasti memerlukan biaya besar.
Karena negara kita sudah lama tak punya uang, teror adalah harga yang harus dibayar bagi negara kita yang tercinta ini untuk melakukan hajatan. Mari berjalan dengan kejujuran tanpa harus menekuk lengan, menyikut lawan.
Nb: Terbit untuk Koran Sindo
No comments:
Post a Comment