Menulis, seperti halnya
bermain dan belajar, adalah sebuah kegiatan yang biasa dilakukan oleh manusia
modern. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi menulis adalah
membuat huruf (angka dsb); 2 melahirkan pikiran atau perasaan (seperti
mengarang, membuat surat) dengan tulisan; 3 menggambar; melukis; 4 membatik
(kain). Hampir setiap orang dapat menulis dengan bebas dan tentu disertai
dengan tanggung jawab.
Orang-orang biasa
menulis untuk mencurahkan perasaan, pemikiran, persepsi dan banyak hal lain
yang perlu dituangkan melalui rangkaian diksi yang asyik. Ketika seorang
penulis telah menyelesaikan tulisannya, ia akan merasa senang. Menulis menjadi
sebuah permainan –yang tentu tidak paksaan dari pihak manapun- yang
mengasyikkan. Ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi sang penulis. Dalam
situasi seperti ini, menulis menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang
penulis, layaknya seseorang yang sedang menikmati sebuah permainan.
Dengan menikmati
menulis, sadar atau tidak, seorang penulis akan melahirkan tulisan-tulisan yang
berisi pemahaman dan pemikirannya. Tulisan yang dihasilkan akan memiliki makna
yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi orang-orang yang
membacanya. Dan, ketika para pembacanya tidak sepaham dengan makna dan
pemahaman sang penulis, maka pembacanya itu akan mengkritisi atau memberikan komentar tentang
isi dari tulisan tersebut. Seperti proses untuk melahirkan sintesis, yang
dimulai dari sebuah tesis, hadirnya kritikkan berupa anti-tesis dan akhirnya
menjadi sebuah sintesis. Tentu hal ini akan melahirkan ide-ide baru dan segar, baik
untuk pembaca maupun penulisnya.
Namun, menulis hanya
akan menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi seorang penulis ketika
mengerjakannya dengan perasaan terpaksa. Orang-orang yang menulis karena sebuah
paksaan, secara tidak langsung jiwanya akan tertekan. Ketika jiwa telah
tertekan, tulisan yang dikerjakannya pun cenderung akan menjadi kosong, tanpa adanya
makna atau pesan yang kuat di dalamnya. Proses pemikiran dalam tulisan itu
menjadi tersendat. Besar kemungkinan dalam tulisan yang dikerjakan secara
terpakasa, nilai-nilai edukasi yang bersifat kritis dan informasi dari tulisan
itu menjadi kabur dan menghilang. Tulisan tersebut hanya akan memenuhi
kewajiban sang penulis dari tugasnya, that’s
all.
Sebuah tulisan
menjadi berguna atau tidak, tergantung pada niat seorang penulis dalam membuat
tulisannya. Ketika seorang penulis belum bisa untuk membuat tulisannya berguna,
ia masih dapat belajar dengan tekun untuk dapat membuat tulisannya menjadi
berguna. Tentu, dengan referensi dari berbagai macam bahan bacaan dan
keikhlasan untuk menerima saran dari para pembacanya. Tapi, apabila seorang
penulis sudah tak memiliki niat, jangankan untuk tulisannya menjadi berguna
bagi pembaca, untuk menyelesaikan tulisannya saja akan menjadi sulit.
Ketika untuk manusia
modern menulis telah menjadi fashion,
sangat disayangkan bila masih banyak tulisan yang lahir dari sebuah tuntutan. Menulis
hanya sekedar menjadi fashion. Dan, hanya
apresiasi semu belaka dari para pembaca yang akan didapatkan untuk penulisnya,
yang sudah capek-capek membuatnya.
Kegiatan menulis
hanya untuk mendapatkan apresiasi memang sangat mudah untuk dilakukan. Kegiatan
menulis menjadi sulit ketika dalam tulisan tersebut ada sesuatu yang jujur dan
memiliki makna yang jelas, serta dapat memberi efek pada kehidupan sosial
–paling tidak kepada orang yang membacaya.
Menulis, dengan
kejujuran dan pemahaman yang kuat, tentu akan menyenangkan sekaligus
mencerdaskan.