“Anak-anak adalah sumber daya dunia yang paling bernilai, dan mereka harapan terbaik untuk masa depan.” John F Kennedy, Presiden Amerika ke-35 {1917-1963).
Kadang saya merasa prihatin kepada pergaulan anak sekarang. Ketika saya mengenang masa lalu, yang teringat adalah kesesangan di raut muka saya yang sedang sibuk barmain di terik matahari yang masih bisa mengintip dari dedaunan pohon sawo yang masih lebat. Seingat saya, permainan yang paling gemar kami mainkan adalah permainan singkong, petak umpet, petak jongkok, asin, dan lain-lain tergantung permainan apa yang sedang musim. Ketika senja menjelang, saya pun bergegas ke lapangan, tepatnya lahan kosong tak terpakai untuk bermain sepak bola, layangan, atau sekedar bercanda dengan teman yang lainnya. Lalu, ketika malam libur tiba, kebun singkong tetangga pasti ada yang tercabut antara satu sampai tiga pohon singkong yang akan kami bakar umbinya.
Tapi ketika melihat pergaulan anak sekarang, saya merasa kasihan dengan mereka, karena mereka mengalami masa kecil yang selalu dibayangi oleh internet. Dampak dari kemajuan teknologi memang sangat merubah perilaku setiap manusia, tak terkecuali mereka yang masih belia. Memang setiap manusia perlu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan linkungannya agar tidak menjadi gaptek.
Hal yang membuat saya merasa kasihan terhadap generasi sekarang adalah mereka sudah tidak punya lagi arena bermain secara nyata. Mungkin yang menyebabkan banyaknya anak usia belia “kecanduan” dunia maya adalah karena kurangnya lahan untuk menjadi tempat mereka bermain di dunia nyata. Hal ini dapat dengan mudah dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk merangkul korbannya lewat dunia maya. Lahan kosong yang dahulu menjadi tempat saya bermain, kini telah menjadi sejejer rumah kontrakan yang lebih menjanjikan uang.
Dalam hal ini, pemerintah harusnya berperan lebih aktif untuk membuat arena bermain untuk anak-anak yang sebagian besar dari kalangan kurang mampu. Tentu saja pemerintah tidak mungkin mewujudkan hal itu kalau kita sebagai masyarakat tidak mendukung upaya yang dilakukan pemerintah tersebut. Banyak taman bermain yang telah dibuat oleh pemerinta tetapi tidak dirarat oleh waga sekitar. Sehingga banyak pihak yang menjadikan arena bermain untuk anak atau taman-taman sebagai tempat “mesum” muda-mudi cabul atau menjadi tempat “nongkrong” preman-preman pasar.
Dengan keadaan yang seperti ini, anak-anak pun lebih memilih warnet sebagai arena bermain mereka daripada harus bermain di taman. Dalam posisi seperti ini, anak-anak memang tak punya pilihan untuk melakukan permainan. Tidak sama separti saya pada waktu masih kanak-kanak, selalu ada pilihan untuk melakukan permainan yang saya sukai.